ADIL DAN BERADAB

Adil
Spread the love
ADIL

Adil berasal dari kata A’dl (bahasa Arab) yang berarti seimbang dan sama. Adil berarti tidak berat sebelah dalam sikap, perilaku, dan maupun memperlakukan seseorang.

Suatu ketika Khalifah kedua Amirul Mukminin Umar ibn Khattab memutuskan untuk menggusur tempat tinggal Syd Abbas ibn Abdul Muthalib dan segera akan diganti dengan bangunan rumah yang lain yang jauh lebih bagus sebagai pengganti di tempat lain. Hal itu demi rencana perluasan Baitulloh al-Haram.

Tapi, apa tanggapan al-Abbas ibn Abdul Muthalib, …

لاَ يَاعُمَرُ لَنْ تَهْدِمَ بَيْتِىْ

“Wahai Umar, Anda tidak akan bisa dan tidak berhak menggusur rumahku”.

Umar pun berkata tegas ; “Wahai Abbas, sesungguhnya ini demi Baitulloh al-Haram.            

“Tetap saja, tidak akan saya bolehkan,…”.

فَقَاَل عُمَرُ: فَلْنَلْجَأْ اِلَى اْلقَضَاءِ

“Kalau begitu, mari kita cari pengadilan”.

“Sekarang, silahkan Anda pilih orang yang bisa mengadili masalah kita berdua”. Dengan nada tantangan Umar berujar.

“Aku memilih Syuraih”

“Setuju”, tukas Umar.        

“Baiklah, … Kalau begitu panggillah dia ke sini, wahai Amirul Mukminin”, jawab Abbas.

Umar pun menjawab; “seorang hakim tidaklah pantas datang pada orang yang akan diadili, tetapi kitalah yang mendatanginya”, sahut sang khalifah.

Maka mereka berdua pergi menghadap Syuraih. Dan saat mereka mulai memasuki percakapan dan perdebatan, …

“Wahai Amirul mukminin, …”

Sebelum ucapan Syuraih, langsung dipotong oleh Umar, …

لاَ تُنَادِنِيْ بِأَمِيْرِ اْلمُؤْمِنِيْنَ لِأَنَّنَا فِيْ دَارِ اْلقَضَاءِ نَاِدِنِيْ بِعُمَرَ

“Jangan sekali-kali panggil Aku dengan panggilan “Amirul mukminin”. Karena kita sekarang berada di wilayah hukum, panggillah Aku Umar'”.

فَقَالَ اْلقَاضِيْ يَاعُمَرُ: إِنَّ أَبْعَدَ اْلبُيُوْتِ عَنِ اْلحَرَامِ هُوَ بَيْتُ اللهِ. وَلاَ يَحِقُّ لَكَ اَنْ تَهْدِمَ بَيْتَ اْلعَبَّاسِ وَتُعَوِّضَهُ مَكَانَهُ اِلاَّ بِرِضَاهُ

“Wahai Umar, sesungguhnya rumah yang paling jauh dari perkara haram adalah Baitulloh al-Haram. Maka tidaklah berhak Anda untuk menggusur rumah Abbas meski diganti dengan yang lebih bagus, kecuali dapat rida dan ijin darinya”.

Lalu apa jawaban Umar saat itu?

نِعْمَ اْلقَاضِيْ أَنْتَ يَا شُرَيْحُ

“Engkau adalah sebaik-baiknya hakim, wahai Syuraih”.

Saat itu juga, Syuraih dinaikkan pangkatnya menjadi hakim yang lebih tinggi yaitu setingkat Menteri Kehakiman kala itu.

Baca Juga :

Asah Kemampuan Santri dengan Bermacam Lomba

Dan saat itu juga, Syd Abbas menyatakan untuk menyerahkan rumahnya pada Umar bin Khattab sebagai penguasa.

“Saat ini, saya menyerahkan rumah saya secara suka rela untuk rencana perluasan tanpa ganti apapun”.

Apakah kita tidak merasa kehilangan sosok-sosok panutan seperti mereka?. Sosok pengadil yang sungguh adil tanpa pandang bulu, semisal Syuraih?. Sosok penguasa yang tawadlu dan tidak sok kuasa, yang bahkan menaikkan pangkat orang yg memutuskan dirinya kalah dalam pengadilan seperti Umar bin Khattab?, atau figur seperti Abbas bin Abdul Muthalib yang memiliki adab dan dermawan?.

ADIL dan BERADAB sesungguhnya bukan ajaran dan standar siapa-siapa, kecuali itu adalah sikap para kaum muslimin yang sejati. Adil dan beradab adalah ajaran Islam yang sangat luhur.

Dan tentu kisah-kisah serupa masih bertebaran dan tertulis dengan tinta-tinta kemuliaan agama. Dan yang paling fenomenal adalah sabda Rosululloh SAW saat seorang sahabat berupaya memperoleh pengampunan untuk seorang pembesar yang kedapatan mencuri, …

وَاَيْمُ اللهِ, لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا

“Demi Alloh, seandainya Fathima binti Muhammad kedapatan mencuri, maka akan saya potong tangannya”.

Inilah sila keadilan dan kemanusiaan dalam perspektif Islam.

Oleh: Ag. Muqsith Masyhudi