Memahami Eksistensi Perempuan Antara Peran dan Memuliakan

Spread the love

Sebagaimana kita ketahui bahwa di abad modern ini telah lama kita kenal apa yang disebut dengan “emansipasi wanita” yakni sebuah ajaran, bahkan merupakan gerakan yang datangnya dari dunia Barat yang dikenal sekuler. Menurut “isme”, atau ajaran ini pada dasarnya kaum Hawa perlu diberi hak yang sama dengan kaum Adam dalam banyak hal, kendati secara naluri jelas tidak sama antara yang satu dengan yang lain, baik secara fisik maupun nonfisik.

Dengan adanya isme, yang kemudian berkembang menjadi sebuah gerakan, tidak saja dalam skala nasional Indonesia, bahkan juga dalam skala global. Gerakan ini terus mengalami  perkembangan tanpa henti seirama dengan perkembangan zaman yang didukung dengan perkembangan teknologi informasi dan transportasi yang menjadikan dunia ini seakan-akan  tanpa batas. Apa pun yang terjadi di sudut pojok belahan bola dunia sana, sekejab saja, karena teknologi digital telah menyebar ke berbagai sudut belahan bumi. Kondisi seperti inilah yang juga sangat mempengaruhi perilaku perempuan di manapun mereka berada, baik dalam cara berpakaian, pekerjaan, pendidikan, hubungaan sosial, politik, budaya dan masih banyak lagi yang meliputi hampir berbagai aspek kehidupan.

Lebih jauh, dengan kondisi global seperti inilah kiranya yang terus memicu tuntutan kaum perempuan agar dihargai eksistensinya sebagai ciptaan Tuhan yang dalam banyak hal menuntut diperlakukan sama dengan kaum lelaki, lawan jenisnya. Sebab itu profesi yang selama ini, dianggap wilayah kaum Adam, di era modern ini kaum Hawa mulai mengambil peran. Sekadar contoh, dalam dunia penerbangan berteknologi tinggi misalnya masih ingatkah kita nama skrikandi Indonesia, yakni Pratiwi Sudarmono yang lolos tes sebagai salah seorang astronot penerbangan ruang angkasa NASA Amerika, mengalahkan berbagai rival seleksinya di seluruh dunia. Dalam dunia politik kaliber internasional antara lain kita kenal pemimpin negara seperti Golda Meir (Israel), Indira Gandhi (India), Benazir Buto (Pakistan), Margareth Tacher (Inggris) dan masih banyak lagi di era global ini kaum perempuan tampil sebagai pemimpin negara. Katakan saja seperti di Naw Zealand, Australia dan Jerman dan lainnya.

           Bukankah ini semua merupakan salah satu contoh kongkret keberhasilan emansipasi wanita di tingkat global yang telah lama berkembang, tanpa kecuali pada akhirnya juga merambah ke Indonesia. Sebab itu, saat ini tidaklah sedikit perempuan Indonesia yang menduduki posisi strategis seperti pemimpin perguruan tinggi sebagai rektor dan dekan. Dalam dunia politik, tidaklah sedikit mereka yang menjadi anggota legislatif,  yakni DPR dan DPD. Selain sebagai kepala pemerintahan mulai dari tingkat desa atau kelurahan sampai dengan tingkat puncak sebagai kepala pemerintahan (negara).

           Dengan melihat fenomena di atas bagaimanakah sejatinya menurut pandangan Islam yang bersumber langsung ajaran al-Quran dan Sunnah?. Bagaimanapun Islam sangat memperhatikan eksistensi atau keberadaan perempuan sebagai makhluk ciptaan Alloh SWT, setara dengan kaum lelaki. Dalam hal ini dapat dipahami bahwa dengan kehadiran syariat Islam, ajarannya secara tegas mengharamkan membunuh anak yang baru lahir, manafikan kebiasaan kaum Jahiliyah karena kehadiran anak perempuan oleh mereka dianggap ’aib besar bagi keluarga.

           Justru sebaliknya, Islam mengajarkan kepada kita bahwasanya kerhadiran perempun adalah merupakan keniscayaan sebagai pasangan kaum lelaki untuk mengembangkan keturunan (dzuriyah), di samping sebagai wasilah menunaikan ibadah dan amal jariyah. Dalam keluarga misalnya, ibu berperan sebagai madrasatul ulaa (pendidik pertama dan utama). Dalam bidang dakwah, Alloh SWT mempertemukan Rosululloh SAW dengan Sayyidah Khadijah RA sebagai penyandang dana dalam mengembangkan ajaran tauhid (monoteisme), selain juga mempertemukan dengan Sayyidah ‘Aisyah RA yang melanjutkan menyebaran sunnah sepeninggal beliau.

           Dalam kaitan dengan memualiakan kaum perempuan,  Rosululloh SAW mencontohkan, dari 12 istri beliau sebagian besar adalah janda yang ditinggal suami pertama dengan motif untuk melindungi mereka. Bukan karena dorongan nafsu (seks maniak) sebagaimana yang dituduhkan para pengikut Islamfobia. Contoh lain, syariah mewajibkan, dalam tampilan, seluruh tubuh perempuan harus tertutup (kecuali wajah dan kedua telapak tangan) dengan tujuan untuk menghindari gangguan kaum lelaki yang mudah mengumbar syahwat. Demikian pula dalam keluarga, posisi kaum ibu tiga derajat di atas bapak, terutama di hadapan anak-anak mereka. Dan tentu masih banyak lagi bagaimana peran yang dapat dimainkan oleh kaum ibu dalam masyarakat.

                Nah, bertolak dari peran-peran kaum Hawa yang sangat strategis dalam berbagai lini itulah sangatlah logis apabila kita perlu memuliakan kaum perempuan yang sejatinya sangat dijunjung tinggi dalam Islam. Lebih jauh, dalam realitas, perlu diakui secara jujur, bagaimanapun sukses anak dalam keluarga tidak lepas karena peran ibu di belakangnya, sebagaimana sukses seorang suami dalam banyak hal, tentu tidak lepas dari siapa yang ada di belakang mereka, dalam hal ini istri. Sehingga dengan demikian dalam memahami eksistensi perempuan, bagaimanapun harus memahami bagaimana peran strategis mereka dalam kehidupan. Namun bersamaan dengan itu pula kita patut menempatkannya dalam posisi yang sangat terhormat. Untuk itu, dalam mengakhiri wacana ini, kita patut merenung bagaimana Alloh SWT memuliakan kaum perempuan dengan mengabadikannya sebagai salah satu surat dalam al-Quran, yakni surat an-Nisa’, ayat ke 4 dengan 176 ayat.

                 Demikian, wallahu ‘alam bishshawab.

                                                                                                                                Malang, 20 Januari 2022

Baca juga