Oleh : Drs. KH. Sholahur Robbani S. E., M. M
Pendidikan pesantren masih saja dipandang sebelah mata dan masih banyak pandangan negatif yang diarahkan kepada pesantren seperti: Pendidikan pesantren ketinggalan zaman, sulit mencari lapangan kerja, sarang teroris dan simbol setara yang lain dan yang paling mutakhir dikatakan bahwa pesantren yang hanya mengajarkan ilmu agama ( diniyyah ) akan memproduksi kemiskinan. Tentunya pandangan terakhir tersebut adalah pandangan sempit yang disampaikan orang yang tidak mengerti pesantren atau jadi menunjukkan sikap sinisnya terhadap pesantren. Meskipun haruslah diakui dan tidaklah bisa dinaifkan peran pesantren dalam perjuangan kemerdekaan, masa pembangunan hingga zaman reformasi saat ini yang dilanda multikrisis tak kunjung teratasi.
Menjawab berbagai pandangan negatif tersebut, wujud reaksi pihak pesantren bervariasi, ada pesantren yang tetap mempertahankan kesalafannya, ada pesantren yang terpaksa memasukkan ( adopsi ) pelajaran umum bahkan hingga mendirikan pendidikan formal demi untuk menjaga kelangsungan pesantren atau dengan alasan memenuhi tuntunan masyarakat, ada juga pesantren yang menambah bidang keterampilan bahkan hingga mendirikan sekolah kejuruan demi untuk menyiapkan santri sebagai tenaga kerja sehingga pendidikan pesantren salaf yang hanya mengajarkan murni diniyyah semakin menyusut. Sering memandang sinis tersebut, minat masuk pesantren salafiyyah diniyyah semakin berkurang karena termakan pandangan negatif tersebut. Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, Rasululloh SAW bersabda: من تفقه في دين الله عز وجل كفاه الله تعالى ماأهمه ورزقه من حيث لايحتسب
“barang siapa memahami tentang agama Alloh Azza Wa Jalla maka Alloh ta’ala mencukupinya akan sesuatu yang menjadi kepentingannya dan Dia memberinya rizqi dari sekiranya Ia tidak memperhitungkannya”
menurut al-Iraqi, hadist ini diriwayatkan oleh al-Khatib (al-Baghdadi) dalam kitab Tarikhnya dari ‘Abdulloh ibn juz’i al-Zubaydi dengan sanad dha’if. (al-Mughni,1:17).
Tanpa terasa reaksi pesantren dengan melakukan penyesuaian tersebut telah mengikis jati diri pesantren sebagai lembaga pendidikan diniyyah dan secara berangsur-angsur telah mengurangi jatah (porsi) pendidikan diniyyah yang sebelumnya menjadi yang mendominasi di pesantren dan bersamaan dengan itu para santripun justru lebih tertarik mempelajari pelajaran umum di bandingkan pelajaran agama yang dianggap hanya pelengkap. Terbukti ketika pendidikan formalnya sudah selesai kemudian meninggalkan pesantren meskipun pelajaran agamanya belum rampung. Kedepan tidaklah mustahil pada saatnya pesantren tidak lagi melahirkan alumni yang ahli agama. Dan saat ini sudah mulai dirasakan kelangkaan tokoh panutan bersamaan dengan telah wafatnya para ulama sepuh meninggalkan kita di alam fana ini.
Akibatnya, sangat tampak dibanyak pesantren adanya kegandrungan di kalangan para santri di dalam menuntut ilmu mempunyai tujuan untuk memudahkan mencari kerja dengan ijazah yang dimiliki dan pandangan tersebut sangatlah aneh di kalangan santri tempo dulu tetapi zaman sekarang hampir sebagian banyak para santri mempunyai pandangan yang sama yaitu tujuan menuntut ilmu untuk kerja sehingga dapat dikatakan hampir tidak ada bedanya dengan tujuan pendidikan formal pada umumnya. Lalu dimana identitas pesantren?, dan apa jadinya santri tidak lagi konsisten dalam menuntut ilmu agama.
Baca Juga:
Bukankah hal ini bagian dari rencana besar (grand design) dari pihak yang tidak menyukai peran pesantren yang melahirkan alumni yang mumpuni (kompeten) dan istiqomah (konsisten) dalam menjalankan agama sehingga pihak lain memandangnya sebagai sikap keras (ekstrim fundamentalis) dan tertutup (eksklusif ) sehingga dianggap menjadi ancaman dan kegelisahan bagi pihak lain. Tentunya, hal ini haruslah di waspadai meskipun pesantren melakukan penyesuaian visi pendidikannya tetapi tidak sampai kehilangan identitasnya.
Tidak menutup kemungkinan di waktu mendatang pesantren yang semula menjadi kiblat pendidikan agama islam akan tergeser karena orientasinya sudah mulai berubah sehingga tidak heran banyak di kalangan kita melanjutkan pendidikan agamanya ke amerika dan eropa tentunya hal ini menimbulkan sikap prihatin bagi kita. Dan mengamati kondisi tersebut hadist yang di riwayatkan Imam Muslim : ان هذ العلم دين فا نظروا عمن تاخذون دينكم “ sesungguhnya ilmu ini bagian dari agama, pertimbangkanlah dari siapa kalian mempelajari agama kalian? ” di dalam menuntut ilmu agama tidak semata bagaimana mendapatkan ilmu agama tetapi dari siapakah kita belajar karena terkait dengan kemampuan ( kompetensi) dan akhlak (moralitas) karena ilmu agama tidak sekedar dihafal dan dipahami tetapi untuk di amalkan untuk memenuhi kewajiban agama.
Maka tidaklah heran manakala saat ini justru banyak alumni pesantren yang mempunyai pandangan agama yang liberal, pandangan yang pluralis, sikap toleransi yang berlebihan menyikapi perbedaan keyakinan yang cenderung menyamakan semua agama dimana pandangan tersebut adalah pandangan pihak luar yang disusupkan masuk ke pesantren dimana santri yang di kenal sebagai orang-orang yang teguh pendirian didalam berpegang teguh pada al-Quran dan mengikuti sunnah Rosululloh saat ini dalam perdebatan dan pergulatan.
Dan sejalan dengan hal tersebut Alloh berfirman : ) فاسئلوا أهل الذكر ان كنتم لا تعلمون ” maka tanyakanlah oleh kalian kepada orang-orang yang berilmu jika kalian tidak mengetahui. ” ( QS. Al Anbiya’ : 7 )
Semoga Alloh SWT memelihara kelangsungan pesantren sebagaimana telah dirintis ulama terdahulu,sebagai lembaga pembina Agama islam dan benteng pembinaan aqidah Islamiyyah, Wallohu a’lam bissawab.