Wabah Covid-19 yang telah melanda 215 negara di dunia, memberikan tantangan tersendiri bagi lembaga pendidikan. Pendidikan harus diselenggarakan dengan skenario yang mampu mencegah berhubungan secara fisik. Penggunaan teknologi digital dapat memungkinkan guru dan murid melaksanakan proses pembelajaran walaupun mereka di tempat yang berbeda.
Sistem pembelajaran yang dapat dijadikan solusi dalam masa pandemi sekarang adalah sistem pembelajaran daring atau yang dikenal dengan Human-Machine Friendship Learning (HMFL). Suatu pembelajaran yang mampu mempertemukan guru dan murid untuk melaksanakan interaksi pembelajaran dengan bantuan internet.
Pada tataran pelaksanaanya, pembelajaran Daring memerlukan dukungan perangkat-perangkat seperti hp android, laptop, komputer, yang dapat digunakan untuk mengakses informasi kapan saja dan dimana saja.
Penggunaan handphone dan laptop dalam Human-Machine Friendship Learning dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Banyak kelebihan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam pelaksanaan Human-Machine Friendship Learning diantaranya adalah tidak terikat ruang dan waktu.
Namun yang menjadi tantangannya ialah ketersediaan layanan internet. Sebagian besar peserta didik mengakses internet menggunakan layanan seluler, dan sebagian kecil menggunakan layanan wifi. Selanjutnya, kendala lain yang dihadapi adalah masalah pembiayaan Human-Machine Friendship Learning.
Meskipun penggunaan alat teknologi dapat mendukung Human-Machine Friendship Learning, tetapi ada dampak negatif yang perlu mendapat perhatian dan diantisipasi yaitu penggunaan alat teknologi yang berlebihan. Selain untuk pembelajaran, ada kecenderungan digunakan untuk aplikasi-aplikasi yang lain seperti game online, youtube dan lainnya.
Perlu dikhawatirkan masuknya informasi yang menyesatkan dan tidak perhatian selama belajar akibat bermain media sosial. Selain itu, peserta didik yang kecanduan alat teknologi memiliki masalah akademik dan sosial. Peserta didik yang memiliki kecanduan gadget memiliki masalah emosional dan perilaku.
Sejak pertengahan Maret lalu sebagian besar pondok pesantren telah memulangkan para santrinya ke rumah masing-masing. Hal ini dilakukan sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Bagi dunia pesantren sistem daring dalam jangka waktu yang panjang pastinya akan mengganggu proses pendidikannya. Hal ini berbeda dengan sekolah yang memang tidak memiliki sistem asrama sebagai basis pembentukan karakter. Karena itu, ada dua kemungkinan yang perlu diantisipasi dan disiapkan oleh manajemen pesantren.
Pertama, para santri kembali ke pesantren dengan situasi new normal. Dalam kondisi ini tantangan manajemen pesantren adalah menyiapkan standar hidup di pesantren sesuai dengan aturan new normal itu sendiri. Selain itu, standar kebersihan perlu diperhatikan lebih serius. Hal ini bisa dilakukan dengan menyiapkan tempat cuci tangan, sabun, hand sanitizer, dan masker yang memadai. Lebih dari itu, kontrol dari pengasuh, manajemen para guru dalam memastikan standar kehidupan new normal di pesantren perlu diperketat.
Kedua, para santri tetap di rumah sambil menunggu situasi dan kondisi membaik. Dalam situasi seperti ini tantangannya adalah proses pembelajaran dan penanaman karakter. Dalam pembelajaran Human-Machine Friendship Learning manajemen pesantren harus memastikan jaringan internet dan komunikasi berjalan dengan baik. Sebab, ini adalah alat utama dalam melaksanakan pembelajaran Daring. Hal ini nampaknya butuh upaya dan dukungan pemerintah. Sebab, tidak semua pesantren memiliki ketersediaan sarana dan prasarana dengan teknologi IT yang memadai.
Adapun untuk penanaman karakter, para pengasuh dan guru di pesantren harus mengajak kerjasama dengan wali santri di rumah secara intensif. Hal ini sebagai upaya untuk tetap menjaga tradisi atau kebiasaan yang sudah ditanamkan di pesantren. Misalnya, dalam hal kontrol ibadah seperti sholat, kegiatan kemandirian di rumah seperti mencuci baju, membantu membersihkan tempat tinggal dan lain-lain. Namun demikian semua proses yang dilakukan orang tua di rumah tetap berada dalam kontrol pihak pesantren.
Akhirnya dalam dunia pendidikan, baik itu di lembaga sekolah atau pesantren di tengah pandemi ini, sistem pendidikan kita harus siap melakukan lompatan untuk melakukan transformasi pembelajaran Daring bagi semua siswa dan oleh semua guru. Kita memasuki era baru untuk membangun kreativitas, mengasah skill siswa, peningkatan kualitas diri dengan perubahan sistem, dan cara pandang serta pola interaksi kita dengan teknologi.
Kita perlu berhenti menganggap, mesin sebagai saingan. Sebaliknya, kita harus melihatnya sebagai peluang untuk membawa kreativitas ke level berikutnya.