LOMBA PIDATO ANTARKELAS MEMASUKI SISTEM GUGUR

Spread the love

Assirojiyyah Online. Lomba Pidato Antarkelas (LPAK) di bawah naungan Biro Dakwah dan Pengabdian Masyarakat Pondok Pesantren Assirojiyyah memasuki sistem gugur . Lomba yang diselenggarakan di setiap malam Jumat pertama dan ketiga ini berjalan dengan sistem barunya yakni yakni mewajibkan anggota kelas mengirimkan 15 perwakilan pada semester ganjil yang lalu. Perubahan ini merupakan inisiatif langsung dari Agus Suyono Jenawi selaku Ka. Biro Dakwah, setelah melakukan rapat evaluasi bersama tim redaksi.

Menurutnya, perubahan sistem LPAK ini sangat baik untuk memperbaiki dan mempersiapkan individu para peserta dalam menghadapi masyarakat pada kemudian hari.

“Tentu kami selaku Ka. Biro Dakwah awalnya memberikan saran bagaimana kalau konsep LPAK sekarang diperbarui, tim kami pun merespons dengan baik ketika saya mempunyai inisiatif dan program untuk perubahan ini,” jelasnya ketika ditemui oleh anggota Komunitas Penulis Assirojiyyah di ruangannya.

Untuk saat ini, perubahan sistem tersebut sudah berjalan ke babak eliminasi, yakni 30 besar. Babak yang nantinya setiap peserta akan dikomentari langsung oleh juri. Hal ini akan membawa mereka pada prinsip introspeksi ke depan. Adapun peserta yang dipastikan lolos ke babak selanjutnya, mereka yang menduduki posisi dua besar perolehan nilai tertinggi di setiap pertemuan dari empat kali pertemuan. Dari banyaknya peserta, hanya enam santri yang akan berkompetisi di Grand Final yang memperebutkan gelar juara Lomba Pidato Antarkelas (LPAK).

“Insyaallah, tahun ini kami akan memberikan hadiah tour gratis Walisongo kepada juara pertama, yang sempat tidak diberlakukan tahun lalu karena peserta yang ikut sangat minim sekali. Jadi tidak sesuai dengan biaya tour yang tentunya tidak sedikit,” lanjutnya.

Di sisi lain, beliau sangat mengharapkan perubahan ini bisa memberikan nilai yang sangat positif bagi para santri terkhusus peserta lomba, apalagi bagi tim redaksi. Karena momen ini akan membentuk karakter mereka siap menerjang arus digitalisasi. “Agar siap menghadapi kehidupan bermasyarakat, tentunya santri bukan sekadar berbekal pengetahuan ilmu agama saja, melainkan karya seni dan mental baja harus melekat pada diri mereka,” ungkap Agus senior itu di akhir penuturannya.

Oleh: Rofi & Yassir KPA

Leave a Reply