PENDEKATAN YANG REALISTIS,  SALAH SATU PEMBANGUN MOTIVASI

Spread the love

Sumber foto: Pinterest

Motivasi adalah dorongan atau alasan seseorang untuk melakukan tindakan atau mencapai tujuan. Motivasi bisa bersifat intrinsik (berasal dari dalam diri, seperti keinginan untuk berkembang) atau ekstrinsik (didorong oleh faktor luar, seperti hadiah atau pengakuan). Sangat penting bagi kita memiliki motivasi karena hal ini tentunya berpengaruh pada pribadi kita, seperti meningkatkan kinerja dan produktivitas, kesehatan mental, pengembangan diri, hubungan sosial, dan membantu menghadapi kegagalan.

Ada beberapa hal yang dapat membuat seseorang termotivasi, salah satunya melalui pendekatan yang realistis. Pendekatan ini merujuk pada cara yang praktis dan rasional dalam menghadapi tantangan, masalah, atau tujuan. Hal ini juga berfokus pada pengakuan terhadap keterbatasan yang ada, serta penggunaan sumber daya dan kemampuan yang tersedia secara efisien dan terukur.

Dalam konteks mengatasi rasa takut atau kekhawatiran, pendekatan yang realistis bisa diartikan seperti menilai situasi secara objektif, membuat rencana yang terukur, menghadapi ketakutan secara bertahap, mengatur ekspektasi secara realistis, menggunakan sumber daya yang tersedia, dan menerima ketidaksempurnaan.

Perlu diperhatikan juga, kita jangan sampai mengabaikan pendekatan ini karena bisa memberi dampak negatif yang signifikan, baik secara mental, emosional, maupun praktis. Tak hanya itu, ada juga beberapa sisi negatif lainnya yang dapat timbul akibat mengabaikan hal tersebut, seperti kecemasan dan stres berlebih, prokrastinasi (penundaan tugas), hilangnya kepercayaan diri, dan lain sebagainya. Maka dari itu, marilah kita mulai melakukan tindakan ini agar tak selalu terbelenggu dalam hal-hal negatif yang menghambat perkembangan kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Contoh Pendekatan Realistis: Mengatasi Rasa Takut Berbicara di Depan Umum

Misalnya, jika kita takut berbicara di depan umum (public speaking), kita bisa melakukan langkah-langkah dengan pendekatan yang realistis, seperti:

Menerima Ketakutan: Menyadari bahwa banyak orang merasa takut berbicara di depan umum dan itu adalah hal yang normal.

Dalam perspektif Islam, ketakutan pada manusia dipandang sebagai adanya kesempitan dalam jiwa. Jika rasa takut terjadi secara terus-menerus, kondisi psikis bisa bermasalah hingga akhirnya menyebabkan gangguan kejiwaan.

Sebagai seorang Muslim, tentunya kita tahu bahwa Allah Swt. telah mempersiapkan segala kunci permasalahan bagi hamba-Nya, termasuk untuk menghadapi rasa takut. Salah satunya seperti apa yang disampaikan oleh Moh. Ramli dalam buku Cara Menikmati Ujian-Nya, yang mengatakan bahwa Islam mengajarkan kepada umatnya bahwa takut itu hanya boleh ditunjukkan kepada Allah Swt. Dengan rasa takut itu, seseorang akan selalu meningkatkan ibadah dan berbuat baik kepada sesama. Walaupun begitu, tidak menutup kemungkinan jika rasa takut bisa muncul akibat sesuatu yang belum pernah dilihat atau dialami sebelumnya. Misalnya rasa takut yang dialami Rasulullah Saw. ketika beliau mendapat wahyu untuk pertama kali.

Dikisahkan dalam riwayat Abu Musa Al-‘Asy’ari, Rasulullah Saw. pernah merasa ketakutan akibat perintah untuk membaca (Iqra) dari Malaikat Jibril, sebab beliau sama sekali belum pernah mengetahui wujudnya. Namun beliau pun tersadar bahwa rasa takut hanya boleh diberikan kepada Allah Swt. Kemudian beliau melawan rasa takut tersebut dengan membaca doa berikut ini:

“Allahumma inna naj’aluka fi nuhurihim wa na’udzubika min syururihim.” Yang artinya, “Ya Allah, sesungguhnya aku menjadikan Engkau di leher mereka (agar ketakutan pada orang jahat itu tidak berdaya saat berhadapan dengan kami) dan aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan mereka.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, An-Nasai, Baihaqi, dan Hakim dari Abu Musa Al-Asy’ari).

Langkah Kecil: Mulai dengan berbicara di depan cermin atau berbicara dalam kelompok kecil terlebih dahulu. Memulai sesuatu yang positif tidak perlu dengan tindakan yang spektakuler. Kita bisa memulai dari hal-hal sederhana, karena dalam tindakan kecil ini, jika dilakukan secara konsisten, dapat menciptakan efek riak yang luar biasa.

Rasulullah Saw. bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: “Jangan sekali-kali meremehkan perbuatan baik, walaupun itu hanya dengan bermuka manis ketika bertemu saudaramu.” (HR. Muslim No. 2626).

Berlatih Teratur: Melakukan latihan secara rutin untuk membangun rasa percaya diri, bukan berharap bisa langsung sempurna. Seperti yang kita tahu, segala sesuatu itu butuh proses. Tak perlu melakukannya dengan skala besar, cukup dengan yang kecil asalkan konsisten atau teratur.

Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw. yang termaktub dalam kitab Shahih Bukhari dalam bab iman yang berbunyi: “Dari Aisyah Ra., bahwa pada suatu ketika Nabi Saw. pulang ke rumah Aisyah dan beliau melihat ada seorang wanita di dekatnya. Lalu Nabi bertanya, ‘Siapa wanita itu?’ Aisyah menjawab, ‘Inilah si fulanah yang terkenal banyak melakukan salat.’ Kemudian Nabi bersabda, ‘Jangan begitu! Tetapi kerjakanlah semampumu. Demi Allah, Dia tidak bosan untuk memberikan pahala, hingga kamu sendiri yang malas berbuat amal. Agama (amal) yang paling Allah sukai adalah yang dilakukan secara tetap dan teratur.’” (HR. Bukhari)

Imam Nawawi berkata: Seseorang yang melakukan amal yang sedikit tapi secara terus-menerus menunjukkan ketaatan seseorang kepada Allah Swt. Berbeda halnya dengan amalan yang banyak tapi memberatkan. Sebab amal yang sedikit tapi seseorang melakukannya secara terus-menerus itu akan bertambah, sedangkan amal yang banyak tapi memberatkan akan terhenti atau terputus di tengah jalan.

Menerima Kesalahan: Mengakui bahwa mungkin ada kesalahan atau kekurangan dalam presentasi pertama, tetapi itu bukan kegagalan melainkan bagian dari proses belajar. Tak perlu sampai mengutuk diri dari kesalahan tersebut, cukup dipelajari dan diambil hikmahnya lalu mencobanya kembali.

Nabi Musa yang diceritakan dalam Al-Qur’an juga mengalami kesalahan total saat berguru kepada Nabi Khidir alaihimassalam. Sebagai utusan Allah, Nabi Musa sempat berpikir ilmunya sudah cukup, akhirnya Allah perintahkan untuk menemui Nabi Khidir as. (QS Al-Kahfi).

Kesalahan-kesalahan Nabi Musa inilah yang menjadikan keberuntungan selanjutnya. Beliau menjadi lebih bijaksana dan mengetahui hal-hal yang sebelumnya tidak pernah beliau ketahui. Singkat kata, jangan takut salah. Mari berbuat, mari mencoba, mari berkarya. Karena kesalahan apa pun bentuknya akan membawa kita kepada keberuntungan berikutnya. Tapi ingat, syaratnya kita harus terus berupaya untuk tidak jatuh ke dalam kesalahan yang sama.

Oleh: Ag. Fajar Maulana

Leave a Reply