Sumber Foto: Pinterest
Musik memegang peran penting dalam penyebaran dakwah Islam di Nusantara, terbukti dari banyaknya karya ulama klasik berbentuk syair yang dapat dipadukan dengan instrumen musik. Sejarah musik Islam juga mencatat nama besar al-Farabi, seorang filsuf-komponis yang dikenal dengan kitab al-Musiqa al-Kabir dan kemampuannya menciptakan nada-nada yang memengaruhi emosi pendengar. Ini menunjukkan bahwa musik memiliki kekuatan besar dalam mengubah suasana hati.
Para wali di Tanah Jawa, seperti Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, dan Sunan Giri, adalah seniman sufi ulung yang menciptakan berbagai syair dan lagu, termasuk tembang Dhandhanggula, Maskumambang, Asmarandana, serta lagu legendaris Lir-ilir dan Cublek-cublek Suweng yang telah bertahan lebih dari 500 tahun. Hingga kini, musik tetap menjadi media dakwah yang efektif, terutama saat Ramadan, di mana lagu-lagu Islami bertebaran dan disambut antusias oleh masyarakat. Imam al-Ghazali dalam kitab Ihyâ’ ‘Ulûmiddîn bahkan menyatakan bahwa musik dapat meningkatkan perasaan religius dan pengalaman mistik seseorang.
Dalam hukum Islam, lirik lagu diperbolehkan asalkan mengandung pesan yang baik, seperti wejangan atau motivasi positif, sebagaimana tersurat dalam hadis Abdullah bin Umar. Sebaliknya, lirik yang mengandung kebohongan, caci-maki, atau hal negatif lainnya hukumnya haram, atau makruh jika berpotensi melalaikan zikir kepada Alloh. Imam al-Ghazali menambahkan bahwa bernyanyi dapat menjadi ketaatan jika tujuannya menguatkan hati untuk beribadah, menjadi maksiat jika bertujuan kemaksiatan, dan ditoleransi jika tanpa tujuan spesifik.
Namun, ketika lirik dakwah dipadukan dengan alat musik, hukumnya bisa berbeda tergantung jenis alat musiknya. Alat musik yang diperbolehkan syariat jelas boleh digunakan sebagai media dakwah. Akan tetapi, jika alat musik yang digunakan haram, atau terdapat faktor eksternal lain seperti penyanyi yang menimbulkan fitnah, maka hukum bermusik secara keseluruhan bisa menjadi tidak boleh, mengikuti kaidah “Jika terjadi campur-baur antara hal halal dan hal haram, maka haram yang dimenangkan.”
Meski begitu, menurut Imam Zarkasyi, jika ada unsur positif dan negatif dalam musik, tidak bisa digeneralisasi. Contohnya, menyanyikan shalawat dengan alat musik terlarang, alat musiknya haram, namun shalawatnya tetap sunah. Hal ini menunjukkan kompleksitas dalam menilai hukum musik dalam dakwah, yang perlu mempertimbangkan berbagai aspek secara hati-hati.
Oleh: Suheri