assirojiyyah.online-Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Beberapa kekayaan alam itu seperti emas, minyak bumi, gas alam, batubara, dan hasil laut yang tersebar di berbagai daerah Indonesia. Tidak hanya itu, Indonesia memiliki beragam budaya yang berbeda-beda. Salah satunya seni wayang yang berasal dari Pulau Jawa dan Bali.
Namun di balik keindahan dan kekayaan Indonesia, tercatat sejarah kelam mengenai peristiwa yang menimpa negara Indonesia sebelum berdiri seperti saat ini. Diketahui bahwa Indonesia pernah dijajah oleh enam negara sebelum memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Adapun negara yang pernah menjajah Indonesia yaitu Portugis (Portugal), Spanyol, Belanda, Prancis, Inggris, dan, Jepang. Alasan penjajahan ini beragam. Mulanya mereka ingin menguasai sumber daya alam Indonesia yang kaya akan rempah-rempah dan hasil bumi lainnya.
Penguasaan sumber daya alam ini bukan semata-mata untuk mereka manfaatkan dalam kehidupan sehari-hari saja, namun juga untuk dijual lagi ke bangsa lain. Dengan begitu, mereka bisa membangun bisnis yang menguntungkan. Maka tak heran para pejuang Indonesia mati-matian untuk merebut hak mereka dari tangan-tangan kotor penjajah. Sehingga tak jarang darah berjatuhan dimana-mana dan nyawa menjadi taruhannya.
Ironisnya, generasi berikutnya tidak sedikit yang enggan melanjutkan perjuangan mereka. Bahkan ada sebagian kelompok yang terang-terangan menentang keras cinta tanah air atau cinta tanah Indonesia dengan dalih tidak adanya dalil yang mengatakan kewajiban mencintai tanah air, dikarenakan minimnya pengetahuan yang mereka miliki, juga minimnya nasionalisme yang tertanam di hati mereka.
Lalu apa itu nasionalisme?. Nasionalisme berasal dari kata nation (Bahasa Inggris) yang berarti bangsa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata bangsa memiliki beberapa arti. Yang pertama, kesatuan orang yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya serta berpemerintahan sendiri. Yang kedua, golongan manusia, binatang atau tumbuh-tumbuhan yang mempunyai asal-usul yang sama dan sifat khas yang sama atau bersamaan. Yang ketiga, kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan kebudayaan dalam arti umum, dan biasanya menempati wilayah tertentu di muka bumi.
Istilah nasionalisme yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia memiliki dua pengertian. Pertama, pemahaman atau ajaran untuk mencintai bangsa dan negara sendiri dan kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara sanggup atau bersungguh-sungguh bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabdikan identitas, integritas, kemakmuran dan kekuatan bangsa. Kedua, nasionalisme dalam arti sempit dapat diartikan sebagai cinta tanah air. Sedangkan tanah air menurut al-Jurjani dalam kitabnya al-Ta’rifat mendefinisikan tanah air dengan al-Wathanul Ashli, yaitu tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya.
Dari konteks di atas mencintai tanah air adalah hal yang sifatnya alami pada diri manusia. Karena sifatnya yang alamiah melekat pada diri manusia, maka hal tersebut tidak dilarang oleh agama Islam, sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran atau nilai-nilai Islam. Meskipun cinta tanah air bersifat alamiah, bukan berarti Islam tidak mengaturnya. Islam sebagai agama yang sempurna bagi kehidupan manusia mengatur fitrah manusia dalam mencintai tanah airnya, agar menjadi manusia yang dapat berperan secara maksimal dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara, serta memiliki keseimbangan hidup di dunia dan akhirat.
Mengenai kelompok yang enggan mencintai tanah air dengan dalih tidak adanya dalil yang mewajibkan mencintai tanah air biasanya akan membuat kerusuhan dimana-mana. Padahal dalam agama Islam diajarkan untuk selalu mencintai tanah air. Dalam Alquran tertulis Alloh SWT berfirman “Sesungguhnya (Alloh) yang mewajibkan atasmu (Muhammad) untuk (melaksanakan hukum-hukum) Alquran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali.” (QS. Al-Qashash: 85)
Para mufassir dalam menafsirkan kata “tempat kembali” terbagi menjadi beberapa pendapat. Ada yang menafsirkannya dengan Mekkah, akhirat, kematian, dan hari kiamat. Namun menurut Imam Fakhruddin ar-Razi dalam tafsirnya Mafatih al-Ghaib, mengatakan bahwa pendapat yang lebih mendekati yaitu pendapat yang menafsirkan dengan Mekkah. Ayat ini adalah sebuah isyarat bahwa Rasulullah SAW mencintai tanah air. Karena turunnya ayat ini menurut Ibnu Abi Hatim, meriwayatkan dari adh-Dhahhak bahwa ketika Rasulullah SAW keluar dari Mekah dan tiba di Juhfah, beliau merasa rindu kepada Mekkah. Kemudian Alloh menurunkan ayat ini.
Hal ini selaras dengan penjelasan Syekh Ismail Haqqi al-Hanafi al-Khalwathi dalam tafsirnya Ruhul Bayan mengatakan bahwa dalam tafsiran ayat 85 QS. Al-Qashash terdapat suatu petunjuk atau isyarat akan cinta tanah air sebagian dari iman. Karena Rasulullah SAW ketika dalam perjalanan hijrahnya menuju Madinah banyak sekali menyebut kata “tanah air, tanah air” disebabkan kecintaannya kepada tanah air, kemudian Alloh SWT mewujudkan permohonannya dengan kembali ke Mekkah. Tidak hanya itu, salah seorang sahabat Rasulullah SAW yang dikenal dengan ketegasannya yakni Umar bin Khattab, beliau pernah mengatakan “Jika bukan karena cinta tanah air, niscaya akan rusak negeri yang jelek (gersang), maka sebab cinta tanah air lah, dibangunlah negeri-negeri.”
Dari penjelasan di atas, maka tak ada bantahan lagi untuk tidak mencintai tanah air. Karena mencintai tanah air merupakan sebuah kewajiban bagi setiap penduduk agar negara yang dipijak tetap aman dan makmur. Nah, bagaimana cara kita mencintai tanah air?. Ada banyak cara untuk mengeksperikan wujud kecintaan terhadap tanah air. Di antaranya, menghormati undang-undang dan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, menjaga aset dan fasilitas umum, peduli terhadap lingkungan, saling menjaga dan menghormati hak dalam beragama, bermasyarakat dan bernegara dalam kemajuan bangsa.
Ada juga cara lain untuk mengekspresikan wujud kecintaan kita terhadap Indonesia. Yaitu dengan belajar ilmu pengetahuan. Alloh berfirman dalam Alquran “Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah: 122)
Menurut Syekh Muhammad Mahmud al-Hijazi dalam Tafsir al-Wadlih menjelaskan bahwa ayat ini mengisyaratkan akan kewajiban belajar ilmu bagi umat secara keseluruhan, kewajiban yang tidak mengurangi kewajiban jihad dan mempertahankan tanah air juga merupakan kewajiban yang suci. Karena tanah air membutuhkan orang yang berjuang dengan senjata dan kekuatan otot dan juga orang yang berjuang dengan argumentasi dan dalil. Karena memperkokoh moralitas jiwa, menanamkan nasionalisme dan gemar berkorban, mencetak generasi yang berwawasan “cinta tanah air sebagian dari iman” serta mempertahankannya adalah kewajiban yang suci. Inilah pondasi bangunan umat dan pilar kemerdekaan mereka.
Mari cintai tanah air kita, karena di tanah itu kita dilahirkan. Juga dari tanah itu kita minum airnya juga kita makan beras yang dihasilkan, sehingga menjadi darah dan daging.
Oleh: Abd. Latif