DEBAT KUSIR

Spread the love

Ragam hidup manusia adalah sunnah kawniyah. Penciptaan yang tak mungkin dihindari dan tak dapat dihapus. Tertata dalam keragaman dan perbedaan ternyata distruktur sebagai kisi-kisi tujuan yg sangat tinggi,  yaitu ta’aruf, tujuan yang  sangat agung,  tujuan yang sangat sempurna.

            Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Alloh adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui lagi Maha Teliti”. (QS. Al-Ḥujurat 49:13)

            Berbagai makna dan wujud dari ta’aruf, seperti saling berhubungan baik, saling bersandar,  saling menanggung beban,  dan saling melengkapi. Lalu, dalam keadaan berbeda dan beragam situasi tersebut, datang dan hadirlah di pelataran hidup kita, sebuah kenyataan yang menuntut exstra kesabaran. Kenyataan itu adalah bahwa selain secara fitrah memang terlahir dan tercipta berbeda, sering-sering manusia dihadapkan pada perbedaan-perbedaan baru yang menambah ragam-ragam asli sebelumnya.  Maka hal tersebut pun menambah beban baru untuk tujuan kebaikan ta’aruf yg positif.

            Tentu saja tidaklah ringan dan tidak mudah bagi pribadi-pribadi untuk menjaga  stabilitas kepribadian dengan setiap diri kukuh dengan idealisme masing-masing. Hanya kesadaran bahwa semua perbedaan yang ada tidak akan membawa kita pada perpecahan dan kerusakan jika kita tetap mengingat bahwa Rasulullah SAW telah memberikan batasan agar kita selalu menjaganya,  yaitu menghindari tahasud (saling dengki hingga sampai berlaku zalim), tanajusy (perdebatan yang tiada henti ),  tabaghud (kebencian yang tak hilang-hilang ),  tadabur (permusuhan yang tak berujung). Berbeda sikap dan pilihan tentu tak bisa dihindari,  tapi tidak boleh berujung pada klaim seseorang lebih baik, apalagi lebih mulia dari yang lain.

Baca Juga:

Rasisme dalam Islam Memahami Praktik Rasulullah SAW di Madinah

Hindari Debat Kusir  

            Salah satu hal yg harus dihindari kita dalam kehidupan sosial yang sangat majemuk adalah menghindari perbincangan yang mengarah pada debat kusir, debat yang tak berujung dan tak bisa menyimpulkan kebenaran apa pun.  Debat yang hanya adu jotos ucapan, yang hanya akan berujung pada degradasi keakraban antar sesama. 

            Ada satu petuah orang Arab yang cukup penuh hikmah,  إن لم يكن وفاق ففراق, Kalau sudah tidak ada kecocokan, ya berpisah aja. Nah, ini berpisah dalam arti menghindari perdebatan-perdebatan yang tidak positif, bukan berpisah dalam arti perpecahan, apalagi permusuhan. Betul, bahwa manusia hanya terbagi dalam 2 kelompok,  yaitu baik (salih) dan buruk (durhaka), sebagaimana disebutkan Baginda Nabi :

فالناسُ رجلانِ : رجلٌ بَرٌّ تَقِيٌّ كريمٌ على اللهِ وفاجرٌ شَقِيٌّ هَيِّنٌ على اللهِ 

 “Manusia hanya ada dua jenis golongan, yaitu orang baik, punya ketakwaan, mulia di hadapan Tuhannya, dan manusia yang buruk , durhaka, dan terhina di hadapan Tuhannya.             

Akan tetapi dalam satu kesempatan Rasul memberi isyarat dengan sambil menunjuk dada beliau, التقوى هاهنا, Takwa itu di sini. Siapa yg bisa membaca isi hati seseorang?, siapa yg bisa menilai kebersihan jiwa seseorang?!. Wallahu A’lam