Shadow

DEWASA DALAM MENYIKAPI PERBEDAAN

Spread the love
PERBEDAAN

Perbedaan merupakan bagian dari seni kehidupan manusia. Perbedaan agama, sosial, pendapat bahkan pilihan menjadi pola yang akan mewarnai proses interaksi masyarakat sebagai satu bangsa yang hidup dalam naungan satu negara.

Iklim politik semakin hari kian memanas, begitupun masing-masing kelompok saling bersitegang dan berpotensi terjadinya konflik sesama bangsa. Oleh karenanya, untuk menyikapi perbedaan-perbedaan yang terjadi, kami mengajak pembaca untuk menyimak hasil wawancara  dengan KH. Abdullah Kafabihi Mahrus, pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri.

Bagaimana pandangan Islam terkait perbedaan dalam konteks demokrasi?

Perbedaan pasti ada, kita tidak mungkin tidak berbeda. Yang tidak ada perbedaan itu masalah pokok, seperti salat lima waktu dan Puasa Ramadan. Adapun masalah hukum saja yang sudah ada Nas Quran dan hadis, kita berpotensi berbeda apalagi perkara yang lain. Jadi perbedaan itu tidak bisa kita hindari, pasti ada. Maka kita harus dewasa terhadap perbedaan-perbedaan. Jangan sampai perbedaan itu dibuat fitnah dan permusuhan.

Apakah perbedaan ini baik atau sebaliknya Kiai?

Perbedaan ada yang baik. Yang penting perbedaan itu memunculkan rahmat. Jadi artinya tidak mungkin tanpa perbedaan. Perbedaan itu suatu sunatullah yang harus kita lakukan dan hadapi.

Apakah primordial itu merupakan keniscayaan, lalu bagaimana mengarahkannya?

Hal ini tidak baik, taasub atau kecendrungan kita pada diri sendiri seolah ujub atau takabur. Prinsipnya dalam berpolitik dan bermasyarakat kita tidak boleh taasub. Sebab Kadang-kadang dalam politik itu, musuh bisa menjadi kawan dan kawan menjadi musuh. Jadi, dalam memandang atau melakukan itu tujuannya untuk mencari kebaikan dan maslahat.

Solusinya bagaimana Kiai?

Taasub atau fanatik buta itu tidak baik. Kecuali fanatik kita sudah dirasa benar. Misalkan kita beragama Islam, menjadi Ahlus Sunah Wal Jamaah supaya tidak tergoyahkan. Di luar itu, ya tidak boleh fanatik atau taasub. Karena yang kita lakuakn itu belum tentu benar dan maslahat. Dan sekarang kenapa harus fanatik?.

Yang namanya kelompok pasti menganggap dirinya benar dan tak jarang meremehkan kelompok lain, pandangan kiai?

Itu  merupakan kesalahan. Dengan kelompok kita, bila merasa benar dan menganggap kelompok lain salah itu merupakan kesalahan. Jadi artinya, orang benar adalah benar, dan yang salah adalah salah.

Dalam demokrasi, yang menang akan berkuasa dan yang kalah sebagian ada yang menjadi oposisi, baik dan buruknya oposisi itu seperti apa?

Sebenarnya oposisi itu harus ada. Jadi suatu negara  kalau tidak ada oposisi, maka tidak menarik. Penguasa atau pemerintah harus menyadari, bahwa untuk kebaikannya harus ada oposisi supaya mengkritik, memperingatkan. Demokrasi sendiri dalam Indonesia sebenarnya berjalan dengan baik. Namun pada kenyataan, banyak sekali dalam pemilihan umum atau Pilpres, Pilbup dan lai-lain ini banyak kecurangan. Dan banyak justru uang yang  menentukan. Jadi sebenarnya di Indonesia proses pemilihan presiden secara langsung itu rakyat belum siap. Banyak yang tidak nyoblos kadang dicobloskan. Ini tugas oposisi untuk memperingatkan.

Di kalangan Kiai sendiri berbeda pandangan, bagaimana dampaknya terhadap masyarakat?

Masyarakat itu supaya menyadari dirinya. Tentang perbedaan-perbedaan antara kiai maka masyarakat supaya diam jangan fanatisme. Namun idealnya memang kiai dengan Kiai, pemimpin dengan pemimpin, tokoh dengan tokoh tidak boleh konflik. Karena bila terjadi konflik, maka akan merambat kepada pengikut-pengikutnya.

Namun yang perlu dipahami oleh masyarakat, bilamana kiai itu berbeda pandangan dengan yang lain, maka masyarakat itu supaya tidak ikut-ikutan, supaya diam saja. Karena pasti tidak akan memahami. Toh seseorang pasti berpotensi salah kecuali Nabi. Kalau tokohnya salah masak kita membela.

Ta’awun itu boleh dalam kebenaran. Jangan sampai misalkan saja ada yang salah kita membela. Hal ini menjadi ukuran syari’at. Sebab semua manusia berpotensi salah kecuali Nabi saja. Kalau kiainya salah masak kita ikut-ikutan, kan salah. Justru kalau kiainya salah, ya kadang masukan masyarakat memberikan nilai berharga bagi kiai itu sendiri.

Apakah itu termasuk kemajuan atau kemunduran dalam marwah Kiai sendiri?

Perbedaan antara kiai tidak bisa dihindari. Jadi kalau itu kemajuan harus disikapi sebagai rahmat atau solusi jalan tengah. Perbedaan bisa dikatakan mundur bilamana menimbulkan mafsadah dan konflik. Namun jika perbedaan itu memunculkan kebaikan-kebaikan, kedewasaan, kemaslahatan justru itu merupakan kemajuan. Sebab kalau tidak ada perbedaan akan sempit.

Baca Juga:

DI BALIK BULAN YANG DILUPAKAN

Pesan Kiai kepada masyarakat terkait perbedaan ini?

Masyarakat jangan sampai menjadikan perbedaan-perbedaan ini sebagai alat konflik atau permusuhan. Perbedaan adalah hal wajar, sunatullah, logis. Bila perbedaan itu disikapi oleh masyarakat dengan saling bermusuhan, ini akan meninggalkan dosa, ini menimbulakan keharaman, maka tidak baik. Jika orang melakukan kebaikan adalah baik. Namun bila mana melakukan kebaikan itu menimbulkan permusuhan terhadap yang lain, hal ini menjadi keharamannya. Dia sendiri melakukan kebaikan yang belum tentu diterima oleh Alloh, namun kalau dia melakukan permusuhan kepada orang lain, itu jelas dosanya.

Sebagai warga negara Indonesa supaya kita mengedepankan persatuan. Sebab persatuan merupakan kekuatan bagi negara yang luar biasa. Dan perbedaan partai jangan sampai menjadikan alat perpecahan, silaturahim putus, bahkan ada yang melakukan perbuatan yang salah, menghujat, menghina, merasani, menfitnah dan lain-lain. Perbedaan dalam kita memilih presiden, demikian pula supaya tidak menjadikan kita bercerai-berai, putus silaturahim, bermusuhan. Logikanya, masak  setiap lima tahun kita akan selalu pecah, konflik dan bermusuhan?. Maka kita akan rugi sendiri. Toh, presiden yang jadi ini semuanya sudah ada takdir dari Alloh SWT.

Yang penting bagi umat Islam, ada pekerjaan yang lebih mulia yaitu dakwah, mengajak kebaikan kepada masyarakat. Kalau masyarakat itu baik dan takwa kepada Alloh, maka mereka akan memilih presiden yang baik, dan oleh Alloh akan diberikan pemimpin yang baik. Kalau kita ingin presiden yang baik, terus kondisi masyarakat belum bisa memilih mana yang baik, serta kondisi masyarakat banyak yang masih tidak takwa kepada Alloh maka akan sulit kita mendapatkan presiden yang baik. Maka prinsipnya adalah pekerjaan yang lebih utama bagi kiai-kiai pesantren yaitu dakwah lii’lai kalima tillah. (Miftahul Huda-Khotimul Umam)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *