KELUARGA SEBAGAI AGEN PERUBAHAN

Keluarga
Spread the love
KELUARGA
Keluarga

Alloh menciptakan manusia dengan kepribadian dan fisik yang bermacam-macam. Alloh ciptakan keunikan masing-masing sesuai dengan kehendak-Nya. Mereka yang cenderung melakukan kebaikan akan menjadi nikmat tersendiri bagi penikmatnya dengan penuh bunga kesyukuran kepada Alloh SWT. Adapun mereka yang mengalami proses kehidupan dan cenderung berperilaku menyimpang akan menjadi pemandangan yang kurang nyaman dipandang. Apalagi penyimpangan sosial itu terjadi pada seorang anak sebagai generasi keluarga, agama dan bangsa.

                Penyimpangan yang banyak terjadi pada remaja (kawula muda) dapat dilihat dari latar belakang keluarga (sosialisasi tidak sempurna) dan lingkungan (sub kebudayaan menyimpang).  Penyimpangan mereka dapat berbentuk pelanggaran aturan pesantren ataupun sekolah yang berulang kali, pergaulan bebas, minum-minuman keras dan lain sebagainya.  Kondisi keluarga dapat mempengaruhi perkembangan kejiwaan seorang anak, begitu pula dengan lingkungan di sekitarnya.

                Anak adalah amanah dan ia hadir di bumi dalam lingkungan keluarga dari ikatan pernikahan yang sah. Sosialisasi primer dalam hidup seorang anak adalah keluarga. Setiap keluarga mempunyai harapan baik dari putra-putri yang dilahirkan di alam ini. Harapan baik itu tercetus dalam doa-doa baik dan nama buah hati yang baik pula. Betapa penting peran yang primer bagi keluarga sehingga menjadi hal yang harus diperhatikan dengan baik dan penuh kehati-hatian.

                Keluarga berposisi sebagai agent of change dalam mencipta generasi yang baik. Orang yang berperan penting dalam keluarga adalah kedua orang tua; ayah dan ibu. Keduanya menjadi pemimpin dalam mengemudi roda perputaran kehidupan keluarga, mengatur kebutuhan fisik dan psikis. Kebutuhan fisik dipenuhi dengan terwujudnya kondisi badan yang sehat baik sandang, pangan, maupun papan. Kebutuhan psikis (batin) dengan memberikan pendidikan yang terbaik untuk generasi keluarganya. Pendidikan terbaik, belajar di pesantren misalnya. Di pesantren, anak diajarkan mengenal Alloh sebagai pencipta segala sesuatu dan mengenal Rosul-Nya.

                Keluarga merupakan salah satu lembaga sosial yang memiliki peran reproduksi, sosialisasi, proteksi dan afeksi. Peran reproduksi menunjukkan bahwa terbentuknya keluarga untuk melahirkan keturunan penerus kebaikan ayah dan ibunya. Pertama kali seorang anak mendapatkan sosialisasi dari keluarga; cara makan dan minum, cara membersihkan diri, belajar mengaji dan baca tulis dan lain-lain. Berdiam di rumah dapat merasakan keamanan (proteksi) dari segala hal yang menyakitkan dan mengganggu serta merasa nyaman (afeksi) atas siraman kasih sayang.

Baca Juga: https://assirojiyyah.online/mana-yang-harus-di-dahulukan-dahulukan/

   Keluarga yang mampu mencetak generasi yang baik dapat mencontoh kehidupan para nabiyillah, misalnya keluarga Nabi Ibrahim yang berputrakan Nabi Isma’il dengan sam’an wa tha’atan melaksanakan perintah Alloh. Hal yang bijak juga dapat mengikuti prinsip pendidikan ala Ki Hajar Dewantara; ing ngarsa sung thuladha (di depan jadi contoh yang baik), ing madya mangun karsa (di tengah memberi semangat), dan tut wuri handayani (di belakang mengikuti).

                Keluarga yang tidak mampu menjalankan peran atau fungsinya dengan baik dapat menjadi pemicu buah hatinya berbuat menyimpang. Keluarga yang broken home mempengaruhi anggota keluarga untuk mencari perhatian dari yang lain, bahkan bergaul dengan teman yang tidak mendukung pada jalan-jalan kebaikan. Perceraian orang tua, didikan orang tua yang hanya memenuhi kebutuhan materi menjadi celah yang mengarahkan pada penyimpangan.

                Buah hati (anak) yang belajar di lingkungan pesantren  tidak akan selamanya berada di pesantren. Ketika liburan atau  bahkan tuntas mencari ilmu, pasti juga akan pulang ke keluarganya. Bila posisi sudah di rumah, yang bertanggung jawab besar bukan lagi pihak pesantren, tetapi orang tua. Orang tua mencurahkan perhatian dan pengawasan terhadap teman bergaulnya agar tidak salah pergaulan, terlebih-lebih zaman sekarang. Penyimpangan tidak harus dilakukan di luar rumah, gawai (telepon seluler) menfasilitasi semua keinginan pemegangnya. Sebagaimana disebutkan dalam kalimat bijak “Jangan menanyakan tentang seseorang, tanyakanlah siapa temannya, sebab ia akan mengikuti temannya.” Maqolah tersebut menunjukkan bahwa teman juga memiliki pengaruh dalam kepribadian seseorang dan membutuhkan perhatian orang tua.

                Kita sebagai hamba Alloh pasti mengalami proses kehidupan yang unik seperti iman yang terkadang berfrekuensi rendah dan tinggi (berfluktuasi). Usaha dhohir sebagai orang tua tetap kita lakukan, apalagi usaha batin dengan pendekatan kepada Alloh SWT dalam manisnya munajat dapat menjadi jalan terang mengantarkan putra-putri kita menuju jalan yang diridloi Alloh. “Ya Alloh semoga Engkau menjadikan hidup ini sebagai tambahan kebaikan dan kematian sebagai penutup kejelekan.” Amin.

Oleh: Nyai Hainunatuz Zahro