QURROTA A’YUN DALAM SEBUAH MAKNA

Spread the love

Oleh: Khotimul Alhariz

Rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah merupakan dambaan seluruh umat muslim dan cita-cita yang mulia. Ke tiga poin ini akan tercipta di tengah suasana yang sejuk, atau biasa disebut Qurrota A’yun. Dalam Al-Qur’an surat Al-Furqan, ayat 74 Alloh SWT berfirman:

Artinya: Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami dari pasangan-pasangan dan anak-anak keturunan kami Qurrota A’yun, dan jadikanlah kami pemimpin (Imam) bagi orang-orang yang bertakwa.

Dalam Kamus Al-Munawir Arab Indonesia Terlengkap karya Ahmad Warson Munawir (1997) disebutkan, Qurrotu A’yun secara bahasa diartikan sebagai biji mata, kesayangan, dan kekasih. Qurrota A’yun juga diartikan sebagai penyejuk mata –berasal dari kata Al-Qur’an yaitu dingin/kesejukan dan Al-‘Ainu yaitu mata.

Dalam Al-Qur’an dan Penafsirannya karya Kementerian Agama (Kemenag) menjelaskan tentang ayat di atas ialah, “Kesembilan: Di antara sifat-sifat hamba Alloh ialah mereka selalu bermunajat dan memohon kepada-Nya agar dianugerahi keturunan yang saleh dan baik. Istri dan anak-anaknya benar-benar menyenangkan hati dan menyejukkan perasaan karena keluarga mereka terdiri dari orang-orang yang saleh dan bertakwa kepada Tuhan. Dengan demikian, akan bertambah banyaklah di muka bumi ini hamba-hamba Alloh Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Di samping itu, mereka bermunajat kepada Alloh agar keturunannya menjadi orang-orang yang bertakwa seluruhnya, menjadi penyeru manusia untuk bertakwa, dan menjadi pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa. Ini adalah cahaya iman yang telah memenuhi hati mereka dan meneranginya dengan petunjuk dan hidayah sehingga mereka ingin sekali supaya orang- orang yang bertakwa yang mendapat petunjuk kian lama kian bertambah juga.

Keinginan mereka agar anak cucu dan keturunannya menjadi pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa bukanlah karena ingin kedudukan yang tinggi atau kekuasaan mutlak, tetapi semata-mata karena keinginan yang tulus ikhlas agar penduduk dunia ini dipenuhi oleh orang-orang yang beriman dan bertakwa. Juga bertujuan agar anak cucu mereka melanjutkan perjuangannya menegakkan keadilan dan kebenaran. Dengan demikian, walaupun mereka sendiri telah mati, tetapi mereka tetap menerima pahala perjuangan anak cucu mereka sesuai dengan sabda Rasululloh:

“Apabila seseorang mati, maka putuslah segala amalnya kecuali dari tiga macam: sedekah yang dapat dimanfaatkan orang, ilmu pengetahuan yang ditinggalkannya yang dapat diambil manfaatnya oleh orang lain sesudah matinya, anak yang saleh yang selalu mendoakannya.” (Riwayat Muslim dari Abū Hurairah).

Sejatinya keharmonisan yang didambakan oleh umat Islam ini tidak sekedar doa yang dimunajatkan, tetapi diikuti ikhtiar dan upaya nyata dari sebuah keluarga agar tercipta pasangan dan generasi yang Qurrota A’yun. Namun untuk menciptakan suasana seperti di atas memang tidaklah mudah. Ada banyak aspek-aspek yang harus dilalui. Yang paling utama kita harus mengerti konsep dari kata sakinah, mawaddah, wa rahmah terlebih dahulu.

Hakikat sakinah, mawaddah dan rahmah (Tebuireng.Online) :

1. Sakinah

Doa sakinah untuk kedua mempelai pengantin merujuk pada kata لتسكنوا إليها  yang artinya agar kamu merasa tenteram kepadanya. Lafaz ini terdiri dari huruf lam yang artinya agar dan fiil mudhori yang mengandung fail Antum (kalian) sehingga untuk mendapatkan sakinah harus melakukan usaha (fi’il) yang dilakulan oleh suami kepada istrinya atau sebaliknya oleh istri kepada suaminya, keduanya harus sama-sama berusaha untuk saling berusaha membentuk sakinah di antara keduanya, sehingga sakinah itu bisa diperoleh. Jadi “sakinah” adalah ketenangan yang dirasakan oleh seorang suami dan istri di dalam rumah tangga, sehingga kedua merasa nyaman dan tenang ketika keduanya saling berdekatan atau bersambung komunikasinya.

2. Mawaddah

Kata ini diawali oleh kata  yang artinya Allah membuat kasih sayang selalu ada di antara pasangan suami dan istri, tentu dengan sebelumnya memenuhi keadaan “sakinah”, untuk itulah kata mawaddah dalam Al-Qur’an oleh para ulama’ diartikan tiga hal yaitu;

Mawaddah bermakna jimak artinya setiap suami istri melakukan hubungan suami istri sebagaimana lazimnya dengan cara yang sudah diatur dalam Islam yaitu dengan cara yang makruf, cara yang baik yang sudah dikenal dalam tuntunan ajaran Islam.

Mawaddah bermakna “cinta” artinya Allah akan menjadikan kepada siapa pun yang telah menemukan pasangannya (suami istri) rasa cinta yang menggebu namun halal untuk dilampiaskan kepada istrinya atau kepada suaminya bagi seorang istri, sehingga cinta itu menjadi wasilah untuk beribadah kepada Allah.

Mawaddah bermakna “cinta seorang laki-laki kepada istrinya dan sebaliknya”. Ketika seseorang telah menikah dan saling berusaha membentuk sakinah dalam rumah tangganya, maka Alloh akan menjadikan rasa saling mencintai di antara keduanya sehingga keduanya akan senantiasa merasakan kehadiran tambatan hatinya dimana pun dan kapan pun.

3. Rahmah

Rahmah yang terdapat pada Al-Qur’an bersanding dengan kata mawaddah. Hal ini menandakan bahwa selain Alloh menjadikan mawaddah, Alloh juga menjadikan rahmah kepada suami-istri yang senantiasa berusaha membentuk sakinah dalam keluarganya, sehingga kata rahmah ini juga memiliki tiga makna, yaitu:

Kata rahmah bermakna waladun yang artinya bahwa siapa pun yang sudah menemukan pasangannya (suami-istri) maka Allah menjadikan keduanya bisa memiliki anak sebagai bentuk rahmat yang Allah berikan kepada keduanya.

Rahmah diartikan sebagai belas kasih, simpati, atau kemurahan hati artinya Alloh menjadikan perasaan saling simpati atau belas kasihan di antara suami istri karena keduanya sudah memiliki ikatan hati yang baik dengan penuh rasa cinta, sikap simpati ini bisa dicontohkan ketika istri melihat suaminya pulang kerja dalam keadaan lelah, maka ia berusaha membantunya dengan cara membawakan barang bawaannya (alat kerjanya), menyiapkan makan dan minumnya serta memijitinya. Demikian juga sebaliknya.

Rahmah bermakna “saling menjaga dari bahaya atau hal-hal yang tidak baik”. Allah menjadikan rasa saling menjaga di antara suami istri yang sudah menikah dengan perasaan ingin saling melindungi atau saling menjaga dari hal-hal yang tidak baik.

Perlu diingat bahwa Samawa tidak sekedar diuntaikan di mulut saja. Untuk mencapainya, butuh komitmen agama yang kuat dan kesepakatan. Agar ketiganya berdaya dalam menciptakan keluarga yang Samawa, suami istri tidak boleh jalan sendiri-sendiri. Jika demikian, akan menghasilkan nafsu dan produk atau anak yang tidak baik akhlaknya.

Hal terpenting yang perlu dilakukan oleh pasangan suami istri adalah:

1. Takhalli, membersihkan hari dari penyakit yang bisa menimbulkan perpecahan. Artinya, mereka berdua saling memahami, menerima perbedaan, saling memaafkan kesalahan dan menghormati kesibukan masing-masing.

2. Tahalli, menciptakan, memelihara dan melestarikan sakinah, mawaddah wa rahmah. Misalnya, bermusyawarah dalam menyelesaikan sebuah masalah, bagian dari menjaga keluarga dari sebuah bencana.

3. Tajalli, beruasah mengingat kebaikan-kebaikan saja, melupakan keburukan dan meyakini kebaikan yang harus disyukuri. Upaya saling melindungi dan saling mengingatkan untuk kebaikan menjadi jembatan menuju keluarga yang Samawa.

Jika takhalli, tahalli dan tajalli dilalui bersama, maka secara otomatis akan berproses menjadi keluarga yang kelak menjadi teladan bagi keluarga yang lain dan melahirkan generasi penerus yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.

Dengan demikian, kunci keberhasilan dalam bahtera rumah tangga adalah menenangkan hati dan pikiran serta adanya kemaslahatan di dalam keluarga atau di luar keluarga.