Shadow

MENCARI PEMIMPIN YANG MASLAHAT BAGI EKOLOGI

Spread the love
PEMIMPIN
Sumber : pinterest.com

Diskursus hingga dialektika yang terjadi menjelang momentum politik biasanya menyangkut visi dan misi calon pemimpin yang berpusat pada persoalan manusia (antroposentrism) jangka pendek. Bidang kesehatan, pendidikan dan ragam infrastuktur-infrakultur kesejahteraan bagi rakyat memang sangat penting, tetapi tidak perlu melupakan instrumen paling penting bagi kesejahteraan rakyat dan umat manusia secara umum dalam jangka panjang, yaitu ekologi atau lingkungan hidup.

Dalam buku Ratusan Bangsa Merusak Satu Bumi Emil Salim mengatakan bahwa pada hakikatnya, pemerintah merupakan lembaga politik, yang kemudian harus menjadi pertanyaan. Apakah orientasi politik pemerintah dalam pasar? Kepentingan kelompok mana yang ia utamakan? Menurutnya, yang ideal, keberpihakan pemerintah atau pemilik kebijakan adalah kepada politik “masyarakat kekitaan”. Artinya, alat yang dimiliki pemerintah dipakai untuk kepentingan publik, bukan kepentingan privat.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, menyangkut ragam sumber daya strategis harus sepenuhnya dikelola dengan baik dan dikembalikan kepada kepentingan rakyat seperti tiga energi yang tidak boleh dimonopoli dalam hadis Nabi Muhammad SAW: (اَلْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ) yang artinya; “kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu air, rumput liar dan api .” Sebagai rakyat dalam sebuah negara yang secara sumber daya alam fosil dan terbarukan sangat kaya, tapi rasanya hari ini kita justru punya masalah dengan kekayaan itu, karena masalah privatisasi selain persoalan deregulasi sebagai kesalahan tata kelola di masa lalu. Sepertinya kita harus berbicara tentang profil pemimpin yang ideal atau profil idealisme pemimpin yang harus menyangkut ruang-ruang publik yang bersifat maslahat.

Dalam tradisi keislaman, konsep maslahat beragam, seperti maslahat yang diperoleh setelah proses mengerjakan hal-hal yang diperintahkan (maslahah mu’tabarah) maslahat yang tidak diakui oleh syariat (maslahah mulghah) dan maslahah yang diperoleh dari hal-hal yang tidak diperintah juga tidak dilarang oleh teks formal (maslahah mursalah). Relasi pemimpin dan rakyat harus menyangkut kemaslahatan, seperti yang tergambar dalam sebuah kaidah (تَصَرُّفُ الْأِمَاِم عَلَى الرَّاعِيَّةِ مَنُوْطٌ بِالْمَصْلَحَةِ) yang artinya;  “tindakan pemimpin terhadap rakyatnya harus dikaitkan dengan kemaslahatan.” Kemaslahatan bersifat dinamis, maslahat di masa lalu belum tentu maslahat hari ini. Karena masalah yang harus dihadapi manusia hari ini berbeda dengan masalah manusia di masa lalu, tetapi para ulama sepakat, maslahat harus selalu selaras dengan nilai-nilai universal agama.

Banyak masalah serius yang sedang dihadapi kita hari ini di bidang lingkungan hidup, seperti menyangkut pemanasan global dari bahan bakar fosil, tata kelola yang buruk, sampah makanan, kehilangan keanekaragaman hayati, populasi plastik, penggundulan hutan, polusi udara, lapisan es yang mencair dan kenaikan permukaan laut, pengasaman laut, masalah-masalah pertanian, kelangkaan pangan dan air, fast fashion dan limbah tekstil dan masalah serius lainnya.

Baca Juga :

Sufi Asal Kalimantan dan Guru Syekh Kholil Bangkalan

Karena meningkatnya suhu panas bumi, negara kepulauan tetangga Indonesia di Samudera Pasifik sudah tenggelam ketika musim air pasang, misalnya Nauru, Vanuatu, Kribati dan Kepulauan Marshall. Meningkatnya suhu bumi menyebabkan melelehnya bongkah dan gunung es di kutub yang kemudian menaikkan permukaan laut. Sedangkan di darat, karena permukaan air laut meninggi, aliran air sungai  terhambat mengalir ke laut, terhempas kembali ke hulu yang kemudian menjadi penyebab banjir. Karena perubahan iklim juga, musim hujan menjadi lebih pendek dengan hujan intensif, sedangkan musim kemarau lebih panjang dengan hujan ekstensif. Di musim kemarau evaporasi air permukaan semakin tinggi dan mengecilkan volume air tawar di permukaan bumi. Umat manusia harus berhadapan dengan masalah kelangkaan air tawar dalam waktu dekat.

Dalam tradisi keislaman, maslahat secara umum bisa dikelompokkan menjadi dua. Pertama, kemaslahatan duniawi yang bersifat rasional. Kedua, kemaslahatan yang bersifat ukhrawi. Nabi Muhammad SAW bersabda: (أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأُمُورِ دُنْياَكُمْ) yang artinya; “Kalian lebih tahu urusan dunia kalian.“ Karena kemaslahatan dunia itu bersifat dinamis, kita dituntut untuk selalu kreatif dalam mengupayakan ragam kemasalatan baru dalam kehidupan kita hari ini, terutama menyangkut penanganan krisis lingkungan hidup atau mencari pemimpin politik sebagai pemilik otoritas dalam membuat regulasi penangan masalah ekologi. Alloh SWT berfirman dalam surah al-Hasyr: (فَاعْتَبِرُوْا يٰٓاُولِى الْاَبْصَارِ) yang artinya; “maka ambilah (kejadian itu untuk menjadi pelajaran; mengeluarkan orang-orang yang kufur di antara Ahlulkitab Yahudi Bani Nadir dari kampung halaman mereka) wahai orang-orang yang mempunyai pandangan mata hati.”

Firman di atas memerintahkan kita untuk senantiasa belajar pada dinamika sosial politik yang ada. Ide dan gagasan para calon pemimpin di semua level harus bisa mengintegrasikan pembangunan, penanganan masalah ekologi harus juga menjadi agenda arus utama rencana pembangunan. Oleh: Hasani Utsman

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *