SANG PENGIBAR MIMPI

Spread the love
SANG PENGIBAR MIMPI

Oleh: Aj-Anwar

Kau punya apa Irwan?”

“Aku tak punya apa-apa”

“Lantas dari mana kau bisa berandai-andai ingin menjadi pengibar bendera merah putih?”

“Aku cukup tinggi, badanku juga berisi, kulit putih serta wajahku juga agak tampan, kukira itu cukup untuk menjadikan aku sebagai pengibar bendera merah-putih”

        Terdengar perbincangan Irwan dan Syifa. Sedari SD Irwan sudah berangan-angan untuk menjadi pengibar bendera sang saka, namun cinta-cita mulianya itu tidak di barengi dengan kondisi keluarganya. Irwan yang terlahir dari keluarga pas-pasan harus berjuang mati-matian untuk mempelajari gerak jalan dan teori-teori penarikan bendera. Di saat teman-temannya ramai-ramai mengikuti les latihan, Irwan hanya bisa mengamati, dan sesekali menghafal gerakannya. Saking seringnya mengamati, Irwan bisa hafal gerakannya.

          Meski dengan keterbatasan materi, Irwan tetap berusaha untuk mencapai apa yang ia inginkan, ia yakin suatu saat pasti ada kesempatan, dan saat kesempatan itu tiba, Irwan ingin dirinya sudah benar-benar siap dan layak. Memang tidak mudah, Irwan sering mengalami hal-hal yang tidak mengenakan bahkan ia pernah diusir saat mengamati teman-temannya yang sedang latihan.

“Hey, ngapain kamu di sana?”, teriak seorang pria paru baya dari barisan latihan.

“Maaf pak, saya hanya lihat”, jawab Irwan dengan penuh takut.

Pergi sana!, dasar anak kurang ajar, kaau tidak bisa bayar uang latihan, ya jangan mengintip. Sana pergi!”. Nada pria itu terdengar kasar dan lantang. Tak hanya itu, dia juga mendorong Irwan sampai badannya terjungkal ke belakang, beruntung Irwan hanya mengalami lecet ringan, pergelangan tangannya agak sedikit berdarah,  kendati demikian, Irwan tidak patah semangat. Ia bertekad, suatu saat ia pasti bisa membuktikan kepada pak Budi, bahwa anak kecil kumuh semacam dirinya juga layak untuk menjadi petugas pengibar bendera merah putih.

          Selang kejadian itu, Irwan tidak bisa lagi melihat latihan baris-berbaris, itu artinya ia tidak bisa menambah pengetahuannya, namun Irwan masih punya seribu cara, ia mencari buku-buku bekas di tempat sampah dekat rumahnya. Dengan penuh semangat Irwan mengorek satu-persatu sampah yang bertumpukan, ia mencari kertas yang berisi pelajaran baris-berbaris, sampai tak terasa baju yang ia pakai basah kuyup oleh keringat. Jika dihitung ini sudah hari ke tujuh Irwan mencari buku di tumpukan sampah, mulai dari dekat rumahnya, sampai tempat yang jaraknya berkilo-kilo meter. Semua itu Irwan lakukan dengan berjalan kaki, dan tanpa disadari ia sudah berhasil melatih fisiknya, berjemur di bawa terik matahari dan berjalan dengan berkilo-kilo meter, itu bekal yang positif bagi Irwan.

***

           Setelah lulus SD swasta di desanya, Irwan harus menelan pil pahit, ia harus memendam dalam-dalam mimpinya. Orang tuanya tidak bisa melanjutkan pendidikan Irwan, sekolah SMP yang tersedia di kampung Irwan hanya SMP Negeri 1 Sampang, sedangkan biaya pendaftarannya cukup mahal, Irwan pun terpaksa putus sekolah, dan berjualan minuman keliling di sekitar SMP Negeri 1 Sampang, sambil lalu memperhatikan aktivitas teman-temannya.

         Terlihat Syifa dari arah depan menghampiri Irwan di depan gerbang,

“Aku cukup tinggi, badanku juga berisi, kulit putih serta wajahku juga agak tampan, kukira itu cukup untuk menjadikan aku sebagai pengibar bendera merah-putih”.

Ya, semoga saja Alloh mengabulkan mimpimu. Oh iya, besok pagi di sini akan diadakan perayaan HUT RI  yang ke-77. Ini dibuka untuk umum, jadi kamu bisa hadir”, ucap Syifa.

“Tapi aku tidak punya atribut buat perayaan itu, baju putih saja tidak punya“, ucapnya dengan lesu.

“Tenang, Aku punya atribut ganda. Nanti kamu bisa pakai punyaku”, dengan penuh senyum seraya menepuk pundak Irwan. Setelah sekian lama tak bertemu, dua teman SD itu masih nampak sangat akrab sekali, nyaris tidak ada kecanggungan diantara mereka.

Ya sudah, besok pagi aku tunggu kamu di rumah, sekalian siap-siap dari sana”, kata Syifa

“Siap-siap”

        Seperti mendapat suntikkan vaksin, Irwan kembali bersemangat. Ingatannya akan cita-cita tempo dulu kembali bergemuruh di hatinya, dengan penuh riang ia pulang ke rumahnya, sambil lalu mengingat-ngingat gerakan-gerakan yang ia pelajari dulu. Meski cuma jadi penonton Irwan sudah cukup senang, apalagi besok merupakan acara 17 Agustus se-Madura yang kebetulan diadakan di SMP Negeri 1 Sampang, rasanya tak sabar untuk menyaksikan Roni dan Syifa, mengibarkan bendera sang saka.

           Layaknya layangan, Irwan serasa berada di atas awan terbawa terbang oleh angin ketidak percayaan, “Kurasa itu pas buat kamu Irwan”.

“Iyah Syifa, pas banget. Sembari melihat sisi tubuhnya Irwan terus berucap bahagia.

“Sudah-sudah!, ayo kita berangkat, nanti malah gak kebagian tempat duduk paling depan”

Mereka berdua sengaja berangkat lebih awal karena Syifa masih harus melakukan latihan terakhirnya. Dan benar saja saat mereka sampai, di sana hanya ada pak Budi sebagai pelatih dan para peserta. Saat Syifa dan Roni berlatih, Irwan terus memperhatikan gerakan mereka, mereka nampak serasi dengan tubuh yang hampir sama serta kekompakan gerakannya, sesekali Irwan berangan sambil berlinang, seandainya dia yang ada di sana pasti ini akan membuat keluarga dan dirinya senang.

Setelah beberapa kali latihan, akhirnya acara dimulai, semua siswa dan penonton sudah memenuhi lapangan sekolah, tercatat sekitar dua ribu lebih masyarakat yang hadir siang ini, meski cuaca lebih panas dari biasanya, orang-orang tetap bersemangat untuk menyaksikan acara ini.

            Jam 10:00 WIB acara di mulai. Irwan dengan antusias duduk di bangku paling depan, sambil sesekali menyoraki nama Syifa sebagai bentuk dukungannya. Satu-persatu para pasukan baris-berbaris memasuki lapangan, terlihat Suci berada paling depan sebagai petugas pembawa bendera merah putih, semua orang berteriak histeris saat melihat mereka mulai beraksi, tangispun tumpah ruah dalam suasana yang sangat mengesankan. Akan tetapi seketika suara itu menjadi sunyi tak bergeming, semua penonton saling bertanya-tanya. Dan nampak panitia berbondong memasuki lapangan, para penonton tertegun heran. Sungguh tidak disangka Roni yang menjadi partner Syifa mengalami kelelahan yang mengakibatkan pingsan.

Baca Juga

IKAPAS JABODETABEK Program Gelar 1 Miliar

       Pak Budi mulai putus asa, ia tidak dapat menemukan pengganti Roni yang sejajar dengan Syifa, sementara itu acara harus tetap dimulai, ini benar-benar membuatnya bingung. Di tengah keputus asaan, pak Budi melihat ke arah Irwan dan berpikir dialah saat ini yang paling cocok menggantikan Roni, dengan postur serta kulit yang sama persis dengan Syifa, “Irwan, dengan penuh hormat saya mohon bantuannya untuk bersedia menggantikan posisi Roni”.

“Tapi pak, saya tidak pernah belajar gituan”, ucap Irwan dengan ketidak percayaan.

“Aku yakin kamu pasti bisa, apa yang kamu liat dulu, itu sudah lebih dari cukup”

          Selepas perbincangan ringan itu, akhirnya Irwan menerima permintaan pak Budi, dan seketika suasan kembali hidup, semua orang merasa tak percaya, Irwan yang tidak bersekolah ternyata mampu melakukannya. Irwan terlihat gagah, ia tidak melakukan kesalahan apapun sampai pada akhirnya tiba pada acara yang ditunggu-tunggu ia akan menarik bendera itu dengan sahabatnya Syifa, sesekali ia menangis haru karena merasa tak percaya. bisa mengibarkan bendera di hari yang sakral ini. Irwan yang dulu sempat diusir, sekarang malah menjadi penyelamat Pak Budi.

Wahai abdi negara, jangan kau jajah lagi Indonesia

Dengan memonopoli  uang negara

Kami sebagai putra bangsa dan manusia yang beragama

Dengan lantang kami suarakan

Kami ingin merdeka, rela mati demi Indonesia

Dirgahayu Negeriku yang ke77 Tahun

Bangkalan, 17 Agustus 2022