Shadow

Satu-satunya Peninggalan Syaikhona Kholil Di Sampang

Spread the love

Sebagai negara yang penduduknya mayoritas muslim, maka tidak heran akan kita temui bangunan masjid di mana-mana, mulai dari kota hingga pelosok desa, seperti masjid yang akan kita bahas pada edisi kali ini. Sebuah masjid yang berdiri tegak di Dusun Pokolan, Desa Montor, Kecamatan Banyuates, Kabupaten Sampang.

Menurut Informasi, masjid yang sudah berusia satu abab ini dibangun oleh Syaikhona Muhammad Kholil bin Abd. Latif, Bangkalan, pada tahun 1334 H. Sehingga kemudian masjid ini diberi nama ‘Masjid Jamik Syaikhona Kholil bin Abd. Latif’.

Sejarah Pendirian Masjid     

Menurut Nyai. Siti Ruqyati, selaku narasumber, Syaikhona Moh. Kholil terjun langsung dalam pembangunan masjid tersebut, mulai dari peletakan batu pertama hingga selesai dengan bantuan masyarakat sekitar. Dan diantara masyarakat yang ikut membantu, ada salah seorang santri beliau bernama Kiai Ontab, seorang waliyulloh sama seperti gurunya.

            Dalam proses pembangunannya, terdapat cerita-cerita unik yang berkembang di masyarakat yaitu ketika para pekerja yang terdiri dari empat orang sedang menggergaji kayu, salah satu dari mereka merasakan lapar. Sehingga dia menoleh ke kanan dan kiri mencari orang yang biasa mengirim makanan. Namun beberapa saat kemudian, tiba-tiba Syaikhona Kholil datang dan mengeluarkan satu potong cucur (Kocor:Madura) dari kantongnya, lalu berkata, “kalian lapar?.” Mendengar pertanyaan beliau, mereka tersipu malu untuk menjawabnya. Lantas Syaikhona memotong satu cucur tadi menjadi empat bagian lalu memberikan kepada keempat pekerja tadi. Dan siapa sangka, mereka semua merasa kenyang sampai pengerjaan berhenti pada sore harinya.

            Selain itu, dalam hal penentuan aran kiblat masjid, Syaikona Kholil sendiri yang  langsung menunjukkan dari dhalemnya yang terletak di belakang masjid. Dhalem ini sekarang dikenal dengan Dhalem Los. Karena dhalem tersebut mengarah langsung ke arah masjid tanpa ada skat.

            Setelah pembangunan selesai, Syaikhona langsung menyerahkan kepengurusan masjid kepada KH. Mas’ud, seorang abdi dhalem dan orang kepercayaan Syaikhona.  Akan tetapi, KH. Mas’ud menolak dengan bahasa yang halus, “Maaf, saya kurang lancar dan kaku dalam membaca al-Qur’an serta memimpin masyarakat.” Mendengar hal itu, Syaikhona langsung menarik tangan KH. Mas’ud dan memegang jari telunjuknya lalu menghisapnya. Seketika itu pula, Kiai Mas’ud lancar membaca al-Qur’an, dan betapa hebatnya beliau dalam memimpin masyarakat, meski pada saat itu masyarakatnya sangat buta agama.

            Selepas KH. Mas’ud  wafat, kepengurusan masjid diserahkan kepada putranya yang bernama KH. Zubair. Setelah KH. Zubair, dilanjutkan oleh menantunya yang kemudian sekarang dipegang oleh cucunya yaitu Nyai. Siti Ruqyati.

Baca jiuga

Hal-hal Unik  

            Di samping proses pembangunannya yang unik, juga terdapat hal-hal aneh dari segi arsitektur bangunan masjid itu sendiri. Yaitu tempat pengimaman yang ukurannya nampak pendek namun mampu dimasuki oleh imam yang postur tubuhnya tinggi.

            Kemudian pada tahun 2002, ketika terjadi banjir besar di kota Sampang yang mengakibatkan masjid Jamik Syaikhona Kholil terendam banjir dengan ketinggian air 1,5 m. Namun masjid yang jaraknya agak dekat dengan sungai tidak mengalami kerusakan apapun. Padahal arus sungai mengarah ke masjid dan menyebabkan beberapa bangunan warga, madrasah terseret oleh banjir hingga mengalami kerusakan.

            Selain itu, dipercayai oleh masyarakat sekitar bahwa sungai yang ada di depan masjid, airnya bisa dijadikan alternativ untuk menyembuhkan beragam penyakit. Baik dengan cara meminumnya atau mandi di sungai tersebut.

Kegiatan dan Renovasi Masjid        

Sebagai peninggalan Wali Alloh, masjid Jamik ini tak lepas dari beragam kegitan. Antara lain: kegitan rutin harian seperti sholat berjemaah, kegiatan rutin mingguan seperti sholawatan dan kegiatan rutin tahunan seperti acara isro’ mi’roj yang dihadiri oleh keturunan Syaikhona Kholil.

Menurut Nyai Ruqyati, masjid yang berdiri lebih dari seratus tahun itu hanya mengalami dua kali renovasi, yaitu pada tahun 70-an dan pada tahun 2004. Dimana masjid yang semula hanya berukuran 7×11 meter sekarang mengalami perluasan, namun tidak mengubah bentuk aslinya. Bahkan nilai eksotis berupa lukisan kaligrafi Arab yang terdapat di dalam maupun di luar masjid tersebut tidak pernah diubah, hanya saja warna catnya yang dipercantik. Sebab tidak ada yang berani mengubah peninggalan keramat waliyulloh, Syaikhona Kholil Bangkalan.

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *