Rotibul Haddad merupakan suatu dzikir yang amat sakral di kalangan umat muslim. Tak jarang kita dengarkan rotib ini dibaca dan diamalkan oleh para kaum muslimin baik di surau, masjid hingga di rumah-rumah mereka. Rotib ini disusun oleh salah seorang ulama terkemuka dari Hadramaut, Yaman, yaitu Abdulloh bin Alawi bin Muhammad al-Haddad. Beliau lahir pada malam Senin 05 Shafar 1044 H/1624 M di Subair, pinggiran kota Tarim, Hadramaut, Yaman. Di tahun yang sama terjadi beberapa peristiwa yaitu wafatnya Habib Husein bin Syekh Abu Bakar bin Salim dan Sayyid Yusuf bin al-Fasi serta terbunuhnya Sayyid Ba Jabhaban.
Di masa kecilnya, Abdulloh al-Haddad ditimpa musibah yang mengerikan. Pada usia 4 tahun, usia yang masih sangat belia, beliau terkena penyakit cacar yang mengakibatkan menghilangnya kedua penglihatan beliau. Akan tetapi kondisi demikian tidaklah mengurangi kegigihan beliau dalam menuntut ilmu. Bahkan beliau sudah menghafal al-Quran dan menguasai berbagai macam ilmu agama sejak usia dini.
Selain itu, beliau pernah melakukan tirakat solat sunnah dluha 100 rokaat dalam sehari. Dalam keadaan mata tak bisa melihat, al-Haddad tetap tekun melakukan ibadah dan mendekatkan diri kepada Alloh, hingga beliau mengunjungi setiap masjid yang ada di kota Tarim setiap malamnya. Hal ini beliau lakukan lebih dari 30 tahun lamanya. Sehingga saking gemarnya beribadah dan riyadlah, sampai-sampai nenek dan kedua orang tuanya sering memberi nasehat agar berhenti menyiksa dirinya sendiri.
Rotibul Haddad dan Faedahnya
Diciptakannya Rotibul Haddad bermula saat pemuka Hadramaut merasa khawatir atas masuknya kaum Syiah Zadiyah di kalangan mereka. Mereka khawatir masyarakat sekitar akan terpengaruh oleh paham sesat dan menyesatkan. Akibat rasa khawatir ini, para pemuka Hadramaut Yaman menghadap kepada al-Quthbul Ghauts (wali tertinggi yang bisa menjadi wasilah pertolongan) yaitu Abdulloh bin Alwi bin Muhammad al-Haddad, untuk meminta bacaan atau do’a agar apa yang mereka khawatirkan tidak sampai terjadi.
Dengan begitu, kemudian sang wali quthub, Abdulloh al-Haddad merumuskan suatu bacaan yang diberi nama Rotibul Haddad. Rotib ini menjadi rujukan kaum Hadramaut, Yaman dan banyak dibaca di berbagai tempat di belahan dunia sejak awal penciptaannya hingga sekarang.
Rotibul Haddad berhasil beliau susun di usianya yang ke 27 tahun, lalu selang satu tahun berikutnya Abdulloh juga menyusun dzikir yang bernama al-Latif. Maka tak heran di usia yang muda beliau mendapatkan pangkta yang tinggi, yaitu “Wali al-Quthub”. Bahkan oleh seorang beliau disetarakan dengan ulama ternama; “Dalam dunia tasawwuf, Imam al-Ghozali ibarat pemintal kain, Imam Sya’roni ibarat tukang potong, dan Sayyid Abdulloh bin Alawi bin Muhammad al-Haddad adalah penjahitnya.”
Selain Rotibul Haddad, Abdulloh al-Haddad banyak menghasilkan karya-karya antara lain: Thibbil Qulub, Ad-durru Mandzum (kumpulan puisi), Simtud Duror dan lain-lain. Dalam setiap karyanya, beliau selalu membubuhkan ajaran-ajaran Islam yang berisikan ajaran tauhid, syariat, akhlak, tirakat dan nilai-nilai tasawwuf.
Kehebatan beliau dalam menguasai ilmu agama hingga banyak menghasilkan karya tak lepas dari jerih payah dalam mencari ilmu. Beliau banyak berguru kepada para ulama antara lain : al-Allamah al-Habib Aqil bin Abdur Rohman, Syekh al-Habib Abu Bakar, Syekh al-Faqih as-Sufi Abdulloh bin Ahmad dan masih banyak ulama-ulama lainnya.
Rotib ciptaaannya bukan sekedar karya biasa, akan tetapi di dalamnya mengandung manfaat sebagaimana dzikir-dzikir yang dirumuskan oleh para ulama yang lain. Menurut seorang ulama yang menyarahi rotib ini menjelaskan, bahwa barang siapa yang rajin membacanya, maka Alloh akan menjaga negaranya dari beberapa siksaan dan cobaan, bertambah harta kekayaan, keberkahan dan kebaikan di rumahnya.
Selain itu, diyakini bahwa orang yang sering membaca Rotibul Haddad di rumahnya, maka tidak akan bahaya baginya racun, hewan buas, hewan reptile dan hewan-hewan lainnya. Kemudian akan hasil baginya khusnul khotimah dan Alloh akan memberikan pertolongan baginya untuk mengucapkan kalimat syahadat di akhir hayatnya.
Wafat
Di ujung usianya yang semakin senja, kekasih Alloh itu menderita sakit selama 40 hari hingga menyebabkan beliau harus menyudahi masa hidupnya. Beliau wafat di usia 89 tahun pada malam Selasa, 7 Dzulqo’dah 1132 H/1712 M dengan meninggalkan banyak murid, karya dan nama harum di dunia. Beliau dimakamkan di pemakaman Zanbal, Tarim, Yaman.
BY: Jawahir Anwar (Aj.Anwar)VI-B