DEMI SOSOK YANG TETAP ADA MESKI TELAH TIADA

Spread the love

Oleh: Nyai Hj. Hainunatus Zahro’, S.Pd., M. Pd.

Bulan kelahiran Baginda Nabi Muhammad SAW ditunggu dan dirayakan oleh umat Islam dunia dengan berbagai cara. Sholawat disenandungkan oleh bibir-bibir para pecintanya. Dalam petikan syair addiba’iy disebutkan bahwa andaikan kelahiran beliau dirayakan pada setiap waktu, niscaya hal tersebut merupakan keharusan/kewajiban.

وَلَوْاَنَّا عَمِلْنَا كُلَّ حِيْنٍ لِاَحْمَدَ مَوْلِداً قَدْكَانَ وَاجِبٌ

Sebelum Rabiul Awwal tiba, alangkah lebih baiknya apabila kebaikan-kebaikan yang kita perbuat diniatkan untuk takdzim dan tahiyyah/penghormatan kita kepada bulan kelahiran Nabi Muhammad dengan harapan semoga keberkahannya berkelanjutan. Artinya, kita menjadi orang yang lebih baik sehingga kebajikan yang kita lakukan benar-benar berbuah manfaat dan barokah untuk pribadi, keluarga, dan orang lain.

Beliau sang nabi pilihan sejak kecil dibela malaikat. Dijelaskan dalam Qithrul Qhoist kala Nabi Muhammad SAW dalam kandungan ibundanya, Sayyid Abdulloh, ayahandanya berpulang ke rahmatulloh. Kala itu beliau menempuh perjalanan dari Madinah ke Mekkah untuk mencari kurma sebagai ‘tahni’ah’ untuk persiapan kelahiran putranya nanti atas saran Sayyid Abdul Mutholib, sang kakek nabi. Reaksi malaikat kepada Alloh seakan tidak menerima atas hal tersebut ‘mengapa engkau mengambil nyawa ayahandanya, padahal dia kekasihmu dan engkau telah berkata ‘andaikan bukan karenamu, cakrawala ini tidak akan aku ciptakan. Allahuma shalli wa sallim alaih. Alloh meresponnya dengan ucapan; ayahnya mendidiknya dan aku akan mendidiknya sendiri.

Nabi Muhammad kecil menjadi rebutan. Ketika Nabi Muhammad kecil hidup dalam kondisi yatim piatu dan diasuh oleh kakeknya, beliau sangat sayang dan sangat perhatian kepada cucu istimewanya ini. Bahkan, ketika kondisi beliau sudah hampir menemui ajal, pikiran yang sangat mengganjalnya adalah pengasuhan nabi. Kakeknya menawarkannya kepada putra-putranya; Sayyid Hamzah, Sayyid Abbas, Sayyid Abu Tholib siap yang sanggup dan layak mengasuh nabi. Seorang ayah sangat paham kondisi dan karakter putra-putranya. Semua sanggup mengasuhnya, tetapi sang kakek mempertimbangkan hal lain pula, misalnya banyak harta tetapi tidak memiliki putra/tidak berpengalaman, dan lain sebagainya. Akhirnya jatuh pilihan seorang ayah kepada Sayyid Abu Tholib dan nabi menyetujuinya. Pilihan kakek sama dengan pilihan cucunya.

Telah kita ketahui bahwa kelahiran dan wafat beliau pada waktu yang sama. Kita memperingatinya dalam sebutan maulid bukan haul, sebab meski beliau telah tutup mata  dalam waktu yang silam, Islam sebagai agama yang dibawa beliau, tetap menjadi pilihan, agama terbaik yang diridlai Alloh dengan pedoman yang tertulis dalam al-Quran. Ketidak adaannya tetap ada. Ketidak adaannya tetap mengukir makna sepanjang masa. Pecintanya tetap tumbuh di penjuru dunia meski tanpa sua muka dalam kehidupan nyata. Cinta dan rindu yang berkekuatan luar biasa. Disebutkan dalam sebuah qasidah bahwa setiap orang yang mencintainya akan aman sejahtera.

كُلُّ مَنْ يَعْشِقُ مُحَمّداً  فِيْ اَمَانٍ وَسَلاَمٍ

Berbagai shalawat muncul ungkapkan cinta, kerinduan, dan harapan kepada baginda Rosulillah saw dalam Diba’iyah, al-Berzenji, Burdah, Simt Duror, dan lain sebagainya. Tidak salah jika kelahiran beliau banyak diperingati oleh umatnya.

Masa pandemi masih berlangsung, hampir dua tahun yang berimbas pada sendi kehidupan, terutama masalah ekonomi. Tradisi umat muslim memperingatinya dengan acara tertentu seraya berharap mendapat barokah dan syafaat nabi. Segala buah disuguhkan menyesuaikan dengan kelahiran nabi yang di antara tandanya pohon kurma berbuah seakan ikut bahagia atas kelahiran sang kekasih Alloh. Bersamaan dengan maulid, hukum ekonomi terkadang berlaku, khalayak membutuhkan buah, hargapun melonjak.

Banyak strategi yang dilakukan oleh keluarga dalam tetap merayakan maulid yang terdiri dari pra dan pelaksanaan acara/seremoni maulid. Pelaksanaan maulid dengan cara individu dan kolektif. Pelaksanaan maulid secara individu membutuhkan persiapan khusus, yakni menggelar acara yang dananya ditanggung sendiri. Pelaksanaan acara maulid kolektif biasanya dilakukan bersama-sama di satu masjid dan atau di mushalla bahkan di lembaga pendidikan. Pra maulid, ada juga yang memililki celengan/tabungan khusus untuk takdzim maulid, berharap panen buah yang ditanaminya sendiri, dan memelihara hewan semisal ayam, kambing, bahkan sapi untuk persiapan bulan kelahiran kekasih Alloh, yang kala beliau terluka gigi gerahamnya dan berdarah pada saat perang uhud yang menelan kekalahan, Malaikat Jibril AS segera menadahi darah mulia tersebut agar tidak menetes ke bumi. Andai menetes, bumi tidak akan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, allahumma shalli alaa Sayyidinaa Muhammad.

Pelaksanaan seremoni maulid yang kolektif dapat menjadi solusi di saat ekonomi tidak menentu dengan tanpa menghilangkan pengagungan kepada sang nabi. Seremoni kolektif tidak akan menelan biaya yang besar, bukan pelit tetapi sekali lagi kondisi. Seremoni maulid dapat dilakukan secara individu jika memang berkemampuan untuk melaksanakan sendiri. Penghitungan akutansinya, ketika kita mengundang sanak saudara dan tetangga, paling tidak, harus siap menghormat dan menjamu mereka dengan baik, sesuai kemampuan. Kalau memang kondisi keuangan tidak seperti biasanya/menurun, dan tetap ingin melaksanakan maulid sendiri, solusi yang dapat diambil adalah tetap mengundang sejumlah orang dengan konsumsi yang sederhana, bukankah kesedrehanaan meneladani sikap nabi, atau mengurangi jumlah orang yang diundang. Intinya dalam mengadakan acara maulid disesuaikan dengan kondisi dan situasi.

Membelajarkan putra-putri sebagai buah hati agar mencintai nabi sedari kecil dengan memberikan pemahaman ilmu agama dengan meneladani perilaku Rasululloh SAW. Bermula dari mengaji al-Quran di TPQ, bersekolah formal dan diniyah atau bahkan di pesantren agar mereka mengenal Alloh dan rosul-Nya sehingga menjadi penerus sujud orang tua kepada Alloh sebagai dzurriyah sholihin dan shalihat. Khusus di momen kelahiran nabi, mereka diikutkan acara maulid baik di kampung setempat maupun di sekolah secara offline maupun online. Acara seremoni tidak lepas dari biaya, sebagaimana lazimnya ada konsumsi yang disuguhkan, misalnya nasi, buah, dan kue, atau bahkan panitia mengadakan maulid hanya menerima sumbangan nominal uang tertentu.

Dapat dipastikan pula bahwa satu keluarga dapat bermaulid lebih dari satu kali selama bulan Rabiul Awal. Putra-putri berpatrisipasi acara maulid di sekolah, seorang ayah dan ibu mengikuti acara maulid di kampung, di jam’iyyah yang diikuti masing-masing, atau bakan di sebuah instansi apabila mereka menjabat sebagai wanita karir/laki-laki pekerja. Semoga acara seremoni yang menelan banyak rupiah tidak kering dengan niat yang tulus sehingga berbuah keberkahan tersendiri.

Terlepas dari acara seremoni yang disebutkan, ketika kita berbicara kesejatian, apapun acara yang digelar dalam rangka maulid, semoga menumbuhkan cinta yang segar, cinta yang basah tanpa kering dan gersang kepada sang nabi. Kita tetap bershalawat tanpa mengenal waktu dan belajar/mencari ilmu tanpa kenal usia akan menjadi bukti kecintaan sejati kepada beliau. Allahummar zuqna mutaabaatallohu dzohiran wa bathinan, Ya Alloh anugerahi kami untuk mengikuti sunnah Nabi secara dzahir dan batin, aamiin.