Shadow

GURU ADALAH PAHLAWAN YANG PANTAS DIBERI JASA

Spread the love
GURU
PAHLAWAN

assirojiyyah.online– Di dunia dimana pengetahuan terus berkembang, guru sebagai pemegang kunci untuk membentuk pikiran dan hati satu generasi, di tengah tantangan dan tuntutan profesi  yang sedemikian berat, dedikasi dan komitmen guru sungguh sangat mengagumkan. Seringkali para guru dituntut menyesuaikan dan mengembangkan metode pengajaran yang tak semudah membalik telapak tangan, namun tiap hari masuk ke dalam kelas dengan antusias dan semangat mengajar, ciptakan lingkungan yang memupuk keingintahuan, pertumbuhan, dan rasa cinta untuk belajar. Tentu dampak dari para guru jauh melampaui buku teks dan rencana pelajaran-pelajaran di atas kertas, guru mendengarkan, memberi bimbingan dan dorongan, tak jarang memikirkan masa depan anak didiknya siang dan malam.

Karena guru pula, banyak generasi bangsa percaya mereka bisa membuat perbedaan dan mampu mencapai kehebatan. Tak banyak yang tahu berjam-jam persiapan yang tak terhitung jumlahnya, berjibaku dengan kertas penilaian hingga larut malam dan tantangan yang tak terhitung di dalam maupun di luar kelas, semua dedikasi guru akan menjadi warisan berharga bagi bangsa di masa mendatang. Semua orang sepakat dan menyatukan suara dalam slogan “guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa”.  

Sayangnya guru yang selalu dielu-elukan itu akhir-akhir ini juga tak jarang mendapatkan perlakuan tak pantas, penindasan dan menjadi objek pembullyan. September lalu, salah seorang guru SMA harus dimutasi karena mempermasalahkan toilet di sekolah yang berbayar, ada pula yang harus menangis karena diintimidasi dan gajinya ditahan oleh kepala sekolah. Di Maluku juga seorang guru dibully, ada juga yang disoraki dan dipermalukan murid di depan sekolah, hal serupa juga terjadi di Bengkulu dimana seorang guru diketapel wali murid saat sedang mengajar hingga menderita kebutaan permanen, seorang guru yang dibacok murid hingga berlumuran darah di dalam kelas, diintimidasi hingga mengundurkan diri karena berani bicara kasus pungli, belum lagi dalam keseharian, guru dikejar-kejar wali murid di luar jam sekolah dan tak jarang diperlakukan tak adil karena adanya budaya senioritas.

Jadi mulai sekarang berhentilah menyebut “guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa”. Jika dengan kalimat ini masyarakat menormalisasi guru tidak mendapatkan apa yang menjadi haknya, apabila dengan kalimat ini masyarakat hanya berharap para guru mengurusi masa depan murid tapi bersikap apatis akan masa depan para guru, jika dengan kalimat ini orang-orang menelantarkan guru-guru yang tidak merasakan kesejahteraan dan kehidupan yang layak, jika dengan kalimat ini juga masyarakat berharap akan mendapatkan hidup yang layak tapi tak peduli nasib para guru di hari esok, melainkan hanya menetapkan aturan-aturan dan standar padahal yang para guru butuhkan adalah pertolongan bukan hanya komentar “jangan mengeluh dan harus bersabar”. Stop katakan “guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa!”. Karena seringnya kalimat ini hanya kedok bagi masyarakat untuk tidak berbuat apa-apa.

Dari beragama kasus di atas, kita dapat menilai apakah guru Indonesia dapat bergerak memajukan bangsa?. Bukankah ini sebuah ironi dari tagline “guru bergerak, Indonesia maju?. Kemana para guru bergerak sekarang?. Bukankah terlalu banyak gagasan idealis namun jauh dari realistis?. Bukan hanya sebuah kegagalan lagi melainkan hal ini sudah menjadi penghianatan negara terhadap guru. Akibatnya mental psikologi guru terganggu hingga menyebabkan frustasi, kesehatan yang buruk hingga trauma yang mendalam. Dengan mental yang jauh dari kata baik-baik saja mustahil bagi guru untuk menyalurkan SDM yang dimiliki. Ibarat pabrik yang sedang tejadi malafungsi, semua sistem berantakan dan tak mungkin dijalankan.

Untuk memperbaiki ketidaksinkronan pendidikan di Indonesia, hal yang paling utama ialah memperbaiki sistem dalam pemerintahan. Meskipun terdapat istilah grassroots evolution (perbaikan dan gerakan akar rumput) tetap saja para guru di negeri ini sudah merasa tak berdaya. Jadi sebelum berbicara metode, strategi, resource dan esensi lainnya alangkah baiknya terlebih dahulu untuk membenahi mental dan kinerja pemerintah.

Setelah pembenahan dalam semua aspek dilakukan, langkah selanjutnya ialah membebaskan para sumber SDM yakni guru dari setiap belenggu yang menahannya, diantaranya:

  1. Classroom disruption (gangguan kelas). Kedisiplinan para murid pada zaman ini perlu dipertanyakan, banyak gerak-gerik dari para murid yang bisa dikatakan jauh dari kata berakhlak. Guru yang seharusnya dihormati selayaknya orang tua malah sering mendapat perlawanan dari murid, namun saat guru mengambil tindakan seperti hukuman dan sanksi justru dianggap tindakan kriminal dan melanggar aturan. Mengapa profesi guru tidak diperlakukan sama dengan pekerjaan professional lainnya?. Dokter gigi tidak akan disalahkan jika ada pasien yang tidak mau menggosok gigi dengan rutin atau menjaga kesehatan giginya namun selalu saja ada yang menyalahkan guru saat terdapat murid di sekolah tidak memenuhi standar dan harapan yang ada?.
  2. Personal issue (masalah pribadi). Perlu diingatkan, guru hanyalah sebuah profesi bukanlah kehidupan seseorang, guru juga memiliki keluarga yang harus diurus, masalah kesehatan yang harus dijaga dan finansial yang cukup.
  3. Administrative task (masalah administrasi). Para guru lebih disibukkan dengan mengurus administrasi, beban ini tidak akan pernah lepas dari kepala dan jangkauan tangannya, di dalam kelas bahkan hingga terbawa dalam kehidupan pribadi. Tugas adminitrasi ini merupakan gangguan signifikan yang mengganggu proses mengajar.
  4. Basic need (kesejahteraan). Harus diakui, guru sebagai manusia juga dihadapkan dengan kebutuhan hidup, mulai dari kebutuhan pokok maupun penunjang. Sangat wajar jika hal demikian menjadi faktor yang harus diperhatikan untuk kesejahteraan meraka.
  5. Lack of resources (properti yang tidak memadai). Jika dibandingkan dengan negara-negara Eropa, alat mengajar Indonesia masih tertinggal jauh, banyak yang harus diperbarui bahkan sekolah-sekolah swasta di pelosok desa memiliki sarana dan prasarana yang sangat terbatas.

Dan masih banyak lagi external distructions yang perlu perhatian dan penyelesaian.

Dalam mengajar sejatinya guru sudah tau bagaimana mereka akan mengajar, tak perlu adanya evaluasi yang terlalu over dengan beragam metode dan cara. Pendidikan itu bukanlah sesuatu yang dibuat dan diaplikasikan kepada anak-anak melainkan sesuatu yang dibuat dan dilakukan bersama anak-anak.

Baca Juga

Assirojiyyah Penuhi Undangan PSSI dalam Opening Ceremony Piala Dunia U-17

Sekolah tidak akan kuat jika guru saat ini menjadi profesi yang paling terhina. Bagaimana sekolah dapat berfungsi normal jika para guru berpikir tentang bagaimana bertahan dan mencukupi kebutuhannya.

Jadi pemerintah dan juga orang tua harus sama-sama mengerti dan memahami bagaimana caranya menghormati dan menghargai jasa-jasa para guru yang sudah berjuang siang malam dalam mencerdaskan kehidupan bangsa ini. Teringat pada kekalahan Jepang saat di bom oleh Amerika yang menjadi awal kemerdekaan Indonesia. Saat itu, Kaisar Hirohito tidak bertanya bagaimana kondisi keluarganya, melainkan hanya bertanya “Berapa jumlah guru yang masih tersisa?”. Dari jumlah itu sang Kaisar akan membangun kembali Jepang menjadi negara hebat.Dari guru yang hebat akan tercipta peradaban yang kuat. (Bukhori)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *