Shadow

SELAMAT DATANG DI BANDARA INTERNASIONAL NUSANTARA

Spread the love
BANDARA

Perjalanan udara dari Surabaya ke Jakarta menjadi kenangan yang membanggakan. Dari langit-langit terminal bandara terdengar panggilan dan pengumuman berbahasa Indonesia, kemudian beralih ke bahasa Jawa lalu diterjemahkan ke bahasa Inggris. Local Wisdom (kearifan lokal) seperti ini akan kita temui di bandara seluruh Indonesia.

Betapa bersyukurnya kita dikaruniai negara yang bernama Indonesia. Dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, kata WS Rendra. Ada etika dan aturan tidak tertulis yang menjadi adat istiadat dan tradisi. Kekayaan budaya yang membentang untaian garis khatulistiwa bagaikan permata yang berwarna-warni. Indonesia menjadi sejuk dan damai karena saling menghargai. Membayangkan seutas tasbih yang dibawa KH. As’ad Syamsul Arifin yang disematkan diantara pundak beliau oleh Syekhona Muhammad Kholil bin Abdul Latif untuk diberikan kepada muridnya Hadrotussyekh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari. Sebelum disematkan Syekhona Muhammad Kholil bin Abdul Latif memutar tasbih dengan membaca Ya Jabbar satu putaran dan Ya Qohhar satu putaran. Inilah salah satu isyaroh beliau untuk mengantarkan kemerdekaan Indonesia. Butiran tasbih yang membentang seperti untaian budaya yang saling berhubungan tidak terputus.

Pada suatu ketika mengaji Kepada Guru KH. Mas Abdul Adzim Kholili beliau membacakan maqolah al-Habib ali bin Abdurrahman al-Habsyi Kwitang

اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ هَدَانَا عَلىَ دِيْنِ اْلاِسْلاَمِ وَعَلىَ طَلَبِ اْلعُلُوْمِ النَّافِعَةِ وَعَلىَ اْلعُلَمَاءِ وَعَلىَ اْلحُرِّيَّةِ

“Segala puji bagi Alloh yang memberikan hidayah kepada kita kepada agama Islam, hidayah untuk mencari ilmu yang bermanfaat, hidayah mencintai ulama dan anugerah kemerdekaan”.

Kemerdekaan Indonesia dengan Keislaman, keilmuan dan Ulama. Sampai lahirnya Pancasila. Pancasila bukan syari’at tetapi tidak bertentangan dengan syari’at Islam.

Baca Juga:

Untuk Meningkatkan Kualitas Baca, Pengasuh Intruksikan Program Tartil

Sama seperti aturan rumah tangga. Setiap keluarga memiliki aturan untuk seluruh keluarga. Bahkan sampai anak cucu. Barangkali aturan itu menggunakan bahasa daerah. “Jek tojuk neng bental” (jangan duduk di atas bantal). Pesan ini  mengandung makna tersirat bahwa tempatkanlah sesuatu pada tempat yang semestinya. Dalam studi akhlakul karimah/budi pekerti apakah pantas umumnya seisi keluarga memakainya untuk kepala sementara ada yang memakainya untuk duduk. Pesan ini adalah cara memahami hadits Rosululloh SAW. Semakin luas hubungan antara keluarga terjalinlah hubungan antara rumah tangga. Kemudian membentuk kesatuan yang disebut negara. Semakin luas menjadi hubungan antar wilayah, sampai membentuk satu negara. Dalam hadits Rosululloh SAW bersabda:

“Hum minni wa ana minhum”

“Mereka bagian dariku dan aku bagian dari mereka”. (Muttafaq alaih (Al-Muntaqa, syarah al-Muwattha’ 3/197). Apapun yang dilakukan oleh warga negara dalam membangun kekompakan adalah bagian dari syari’at.

Setelah Indonesia merdeka lahirlah Pancasila sebagai pedoman aturan hidup di dalam rumah tangga yang besar bernama Indonesia.

Pancasila digagas dengan Ilmu, Keislaman, dan Ulama sebagai Mursyid dalam penyeimbang antarsuku, agama, ras dan antar golongan disingkat Sara.

Indonesia adalah seutas tasbih yang terus diputar sebagai penyeimbang kehidupan di negara Indonesia. Selamat datang di Bandara Internasional Nusantara yang ramah dan penuh kedamaian saling menghargai dan saling membutuhkan. Terlebih kepada umat Islam, bukalah kembali lembaran tarikh Islam bagaimana Rosululloh SAW seorang diri mengajak kepada Islam. Bagaimana sikap Rosululloh saat menerima lemparan batu orang-orang Thaif. Semoga kita tidak terlena dengan mimpi surga.  Inilah Indonesia yang dilindungi oleh Alloh SWT di bawah komando alim ulama pewaris para nabi dalam membawa risalah perdamaian. (Oleh: KH. M. Itqon Bushiri)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *