Shadow

Guru tugas latar belakang dan sejarahnya

Spread the love
Belajar Mengajar

Ponpes Assirojiyyah, Sampang – Terrongan adalah nama desa yang ada di Kecamatan Galis, Kabupaten Bangkalan. Ketika mendengar nama Desa Terrongan, maka teringat hal pada latar belakang terjadinya pengiriman Guru Tugas di PP. Assirojiyyah untuk kembali menghidupkan kegiatan belajar mengajar yang sudah tidak aktif lagi.

                Berangkat dari permohonan masyarakat Desa Terrongan, akhirnya bertepatan dengan tahun delapan puluh Masehi diberangkatkanlah Guru Tugas (GT) sebanyak tiga orang santri ke Desa Terrongan, dan sejak berangkatnya GT tersebut merupakan awal dari kegiatan pengiriman Guru Tugas di PP Assirojiyyah.

                Akibat ditinggal sang pengasuh, madrasah yang ada, tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Kegiatan belajar mengajar lumpuh, sehingga anak-anak usia didik menjadi terlantar, dan hal ini membuat masyarakat setempat mengeluh. Mendengar keluhan tersebut, H. Mahmud (almarhum) yang dikenal sebagai tokoh masyarakat saat itu menjadi turut prihatin, beliau sowan pada KH. Rosyidi (Pengasuh Ponpes desa terdekat). Setelah mengutarakan hajatnya, sang kiai menyarankan agar H. Mahmud mendatangi saudara iparnya Ag. Ruji, Bungkak (Campor).

                Atasa saran Ag. Ruji itulah, akhirnya H. Mahmud sowan ke Muallim serta memohon ridlonya untuk mengirimkan santrinya ke Desa Terrongan untuk diperbantukan mengajar di sana.

                Dengan beberapa pertimbanagn, beliau mengirimkan tiga santrinya untuk membantu mengajar di Terrongan dengan catatan masyarakat menerima kehadiran Guru Tugas.

                Menurut informasi yang kami terima dari ketiga narasumber. Ketiga santri tersebut semuanya diambil dari tenaga pengajar PP Assirojiyyah sendiri. Mereka adalah Ag. Nur Salam, Ag. Syakur, dan  Ag. Amir.

                Menurut Ag. Nur Salam, bahwa Muallim hanya memberi jatah waktu kepada mereka bertiga salama tiga bulan. Namun, di saat jatah waktu yang ditentukan selesai (tiga bulan), H. Mahmud kembali menghadap Muallim serta memohon kesudian beliau untuk tidak mengganti GT yang ada. Dengan berbagai macam pertimbangan, akhirnya Muallim mengabulkan permohonannya.

                Setelah masa tugas berjalan setahun lebih, masyrakat Terongan kembali berpikir bagaimana caranya agar mereka bisa menetap di Desa Terrongan untuk selama-lamanya. Dalam hal ini, lagi-lagi H. Mahmud menghadap Muallim untuk mengutarakan hajat msyarakat Terrongan itu, sekaligus memohon restu dari beliau. “Semuanya terserah mereka,” ujar Muallim. Dengan izin Alloh, sekitar tahun 1983, ketiga putra Assirojiyyah itu telah menjadi bagian dari masyarkat Terrongan.

                Semenjak itulah, permohonan Guru Tugas mulai berdatangan dari berbagai daerah hingga luar Madura seperti Surabya, Jakarta, Kalbar dan Balik Papan, yang jumlahnya sampai saat ini mencapai 152 orang.

                Sementar Desa Terrongan sendiri, kini tidak lagi mengambil guru tugas karena merasa cukup dengan guru yang ada, yang sebagian masih terhitung alumni PP Assirojiyyah. Dan ini sesuai dengan prinsip PP Assirojiyyah, bahwa santri hanya ditugaskan pada tempat yang membutuhkan guru tugas. (Rowi)

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *