- Mengapa di Indonesia harus Pancasila?
Di indonesa ini ada berbagai macam agama, suku, bangsa, pulau dan bahasa. Dengan adanya berbagai macam perbedaan ini, tentu masyarakat di Indonesia tidak hanya menerima satu agama atau satu keyakinan saja. Sebab inilah kemudian diadakan musyawarah untuk mengambil satu kesepakatan. Akhirnya, lahirlah Pancasila sebagai filosofi pemersatu bangsa, karena semua agama, semua suku menerima adanya lima sila tersebut. Bahkan ulama dari Suriyah, Syekh Ahmad Ali Kaftaru, mengatakan “Pancasila itu sudah islami, karena sudah berhasil menyatukan berbagai suku, bahasa, agama untuk hidup dalam satu negara”.
- Pancasila itu sudah final apa bisa dirubah?. Mengapa demikian!
Selama ini Pancasilanya sudah final tetapi ajaran di bawahnya masih bisa terus mengalami perbaikan. Jadi yang final itu wadahnya, wadah Pancasila dan NKRI. Adapun di dalamnya, bisa melakukan perbaikan yang penting jangan merusak wadahnya. Dan saya rasa, ini tidak hanya bagi kita di NU, di keputusan MUI tahun 2006 sama, saudara kita Muhammadiyyah hasil muktamar di Makassar 2015 sama. Dan terbukti sekarang, 77 tahun bisa aman, damai dan tentram.
- Dimana letak kesaktian Pancasila?
Kalau cuma sekedar Pancasilanya saya kira itu falsafah, justru kesaktiannya itu ada pada para kiai yang mempertahankan Pancasila. Dulu di masa memberontakan kelompok PKI, para ulama sampai berdarah-darah hanya demi untuk mempertahankan Pancasila, dan nyatalah hingga sekarang Pancasila masih mampu dipertahankan. Pancasila itu hanya sekedar cara pandang bangsa Indonesia dalam bernegara. Jadi istilah sakti itu lebih tepat, karena ada di dalamnya yang memperjuangkan dan mempertahankan Pancasila.
- Di sila pertama “Ketuhanan yang Maha Esa”, lalu bagaimana penafsiran pemeluk agama lain, dan sikap kaum muslimin terhadap mereka yang beda agama?
Bagi kita (muslim) ”wailahukum ilahun wahid” yakni Alloh SWT, meskipun di situ tidak menyebut nama Alloh. Sedangkan bagi pemeluk agama lain, bahasa semacam itu lebih diterima. Dan meskipun kita tahu di dalam agama lain ada istilah yang lain. Jadi untuk sila pertama ini bagi kita umat Islam, sudah bukan masalah lagi dengan saudara kita yang lain. Sebab bagi mereka meskipun penafsirannya itu berbeda, tetapi kita tetap berpegang pada “Lakum dinukum walyadin” dalam persoalan aqidah.
Sementara dalam kehidupan berbangsa, berlaku ayat al-Mumtahanah ayat 8 yang berbunyi : “Alloh tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Alloh mencintai orang-orang yang berlaku adil”. Faktanya, semua pemeluk agama yang ada di Indonesia, mereka tidak ada yang mengusir kita, tidak ada yang memerangi kita karena agama, maka sesuai penjelasan ayat ini, kita diperbolehkan bertetangga dengan baik terhadap mereka, jual beli yang baik dengan mereka, kemudian bersahabat di tempat kerja misalnya, tidak ada masalah.
- Saat ditanya bisakah hukum Islam diterapkan secara menyeluruh di Indonesia, jawabnya Pancasila. Lalu apa sebenarnya menurut kiai?
Jadi begini, hukum Islam itu ada tiga macam. Pertama, hukum Islam yang dilaksanakan tanpa keterlibatan negara, contohnya salat. Kita salat ataupun puasa, tanpa melibatkan negara tidak masalah. Kedua, ada ajaran Islam jika melibatkan negara akan lebih baik, contohnya ibadah haji. Kita berngkat haji bisa berangkat sendiri tapi berat, namun begitu negara hadir melalui Departemen Agama, negara yang memfasilitasi kebutuhan ibadah haji, jadinya lebih mudah. Yang ketiga, hukum Islam yang harus dijalankan dengan negara dan tidak boleh dijalankan individu. Yaitu hukum pidana dan hukum perdata. Di dalam Islam itu ada qishas, hadduz zina dan haddus sariqoh. Misalnya ada seorang anak yang ketahuan mencuri, tidak boleh dihakimi secara individu dan langsung dipotong tangannya, meskipun yang memotong bapaknya sendiri. Untuk melakukan itu, harus sesuai dengan undang-undang institusi negara.
Baca Juga:
Jika demikian, apakah Islam yang ada di Indonesia ini tidak kafa’ (sesuai)?. Tentu saja kafa’, karena kita menjalankan ajaran Islam itu sebagaimana firman Alloh SWT dalam surah at-Taghabun : “Fattaqulloha mastatho’tum” (bertaqwalah kepada Alloh menurut kesanggupanmu). Jadi, kita dalam melaksanakan ketaqwaan disesuaikan dengan kemampuan. Dan meski saat ini kita belum mampu menjalankan qishas, belum mampu menjalankan haddus zina, keislaman di Indonesia tetap kafa’. Ibaratnya begini, salat itu kan wajib berdiri, ketika tidak mampu berdiri maka boleh duduk. Jadi, selama tidak mampu tidak ada kewajiban.
- Lalu, apakah Pancasila menjadi penghambat akan diterapkanya syariat Islam di Indonesia?
Islam yang datang ke Indonnesia ini, adalah Islam kultur (budaya). Para wali, para pendakwah itu mangislamkan umat ini dengan kultur dulu, diajari salat perlahan-lahan, barulah kemudian mayoritas penduduk Indonesia menjadi muslim. Karena di Indonesia, pendekatannya itu menggunakan dakwak kultural, jadi untuk menerapkan ajaran hukum Islam secara keseluruhan bukan soal ada penghambat atau tidak, tetapi belum meratanya pengetahuan fiqih di masyarakat. Dan jika pengetahuan fiqih ini hanya bagi seseorang yang belajar mendalami agama utamanya santri, lalu bagaimana dengan yang sekian banyaknya kalangan yang belum mendalami hukum agama utamanya fiqih. Sedangkan jumlah santri di Indonesia ini diperkirakan hanya 5 juta orang, sementara umat Islam yang lain yang jumlahnya ratusan juta, mereka berada di pendidikan umum. Kalau dipaksa untuk diterapkan, maka membahayakan tatanan sosial dan tatanan negara. Maka, ada pepatah Arab mengatakan begini “aqim daulakal Islam fi qulubikum taqum lakum fi ardlikum” tanamkan dulu ajaran Islam ini ke masing-masing individu, setelah semua rakyat Indonesia ini tertanam ajaran Islam keseluruhan, maka dengan sendirinya syari’at Islam akan terlaksana.
- Saat menyinggung persolan agama dan negara ujung-ujungnya dilabeli sekuler, apa sekuler itu dan seperti apa batasannya?
Sekuler itu pemisahan antara negara dengan agama. Tanda sekuler itu tidak ada kementrian agama, di Indonesia ada. Jadi Indonesia itu adalah opsi tengah antara negara daulah islamiyyah, yakni negara dengan sistem Islam dengan negara sekuler. Indonesia ini tengah-tengah, mau dibilang daulah islamiyyah ya, nyatanya tidak, mau dibilang sekuler, negara memfasilitasi umat beragama.
Jadi menurut Imam Ibnu Raja’ Hanbali, diantara kriteria darul Islam adalah ketika negeri itu ada adzannya. Dan di Indonesia, adzan itu melimpah tidak ada liburnya. Jadi ini bukan negara sekuler, bukan negara kafir, tapi juga bukan sepenuhnya negara Islam.
Oleh: KH. Makruf Khozin